Sabtu, 31 Desember 2016

UAS MK FILSAFAT - Tidak Ada Hal yang Membuat Manusia Tidak Tertarik Untuk Mengupasnya

Tidak Ada Hal yang Membuat Manusia Tidak Tertarik Untuk Mengupasnya
Oleh Robbiathul Adawiyah (2227150073)
3B PGSD
**************************

Segala sesuatu yang ada, yang berwujud bahkan yang abstrak atau tidak berwujud memiliki tugas maupun tujuan masing-masing akan terciptanya sesuatu tersebut. Maka tugas makhluk hidup memanfaatkan benda mati maupun makhluk hidup lainnya untuk terus bertahan hidup. Pengalaman, pengetahuan, dibutuhkan untuk tetap bertahan hidup, dan filsafat-lah yang akan membungkus itu semua kedalam teori-teori dari yang sederhana bahkan yang rumit sekalipun.
Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.[1] Sumber lain yakni Wikipedia menyebutkan pengertian lain bahwa Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.[2] Dari dua pengertian diatas menegaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang menggunakan logika berpikir dalam memecahkan hakikat segala sesuatu.

Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda serta hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi  tekstual yakni secara etimologi dan  kontekstual yakni secara terminologi.[3]
A.  Filsafat secara etimologi
Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.[4] Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Seseorang yang dengan intuisi alaminya akan selalu mencari arti kebijaksanaan, makna dari sebuah kebajikan yang pada akhirnya akan menciptakan sebuah rasa kecintaan terhadap kebijakasanaan dan kebajikan itu sendiri.
Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf lainnya. Saat ini istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat (masyarakat). Mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang dan mengatakan: “Filsafat hidup saya adalah hidup seperti oksigen, menghidupi orang lain dan diri saya sendiri”. Orang lain lagi mengatakan: “Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia”. Hal ini adalah contoh sederhana tentang filsafat seseorang.[5]
B.  Filsafat secara terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut:[6]
1.    Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu mutlak di tangan Tuhan.
2.    Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, dan estetika.
3.    Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akaranya suatu hal yang hendak dipermasalahkan.
4.    Immanuel Kant, filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan:
a)      apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?
b)      apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?
c)      apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi?, dan
d)     sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?.
5.    Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.


Hal yang dipersoalkan dalam filsafat dapat dijelaskan dengan memahami konsep dari pembahasan dalam filsafat itu sendiri.
Pertama, filsafat dapat berupa pengetahuan. Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.[7]
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.[8] Pengetahuan juga tercipta karena manusia telah mencari tahu apa yang telah ada dan memperkirakan apa yang akan ada selanjutnya. ‘Ada’ dalam hal ini akan berhubungan dengan metafisika yang secara umum metafisika adalah suatu pembahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang “ada” (being). Yang dimaksud dengan “ADA” ialah ‘semua yang ada baik yang ada secara mutlak, ada tidak mutlak, maupun ada dalam kemungkinan.”[9] Dalam bidang ini, hakikat yang ada secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi (studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang memiliki arti, struktur, dan prinsip ilmu). Adapun hakikat manusia, dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi. Jadi, metafisika ini mempersoalkan asal dan struktur alam semesta oleh manusia dikaji berupa pengetahuan yang nantinya akan membingkai segala ilmu yang dapat diketahui oleh manusia, dan ada beberapa yag tidak dapat diketahui oleh manusia itu adalah Takdir, Kesialan/ kesengsaraan, Kematian, Hati, Jodoh, dan Rezeki karena hal tersebut tidak berwujud meski jika dirasakan ‘ada’. Manusia pun memiliki batasan-batasan dalam kemampuannya untuk mengetahui segala sesuatu.
Kedua,filsafat dapat berupa aksi (action). Aksi dalam KBBI adalah (1) gerakan; (2) tindakan; (3) sikap; yang pada intinya aksi merupakan tindakan. Aksi yang dapat dilakukan dibatasi oleh sesuatu yang bernama ‘Etika’. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Etika seorang manusia ditentukan berdasarkan dimana ia tinggal, dilingkungan seperti apa yang ia tinggali, karena penilaian etika berdasarkan dari sudut pandang orang lain. Andersen sebagaimana dikutip oleh Surajiyo mengatakan bahwa etika adalah sebuah situasi yang mempelajari nilai dan landasan bagi penerapannya. Hal ini pantas atau tidak pantas, baik atau buruk. Sebuah etika tidak akan lagi mempersoalkan kondisi manusia tetapi sudah pada bagaimana seharusnya manusia bertidak namun kemudian kita tidak dapat mengatakan bahwa sebuah etika akan menyelesaikan persoalan praktis. Sebuah etika tidak mengatakan pada seseorang apa yang harus dilakukannya pada situasi tertentu. Teori etika akan membantu menusia untuk memutuskan apa yang harus ia lakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi praktis etika adalah memberikan pertimbangan dalam perilaku.[10]
Tidak akan dapat dikatakan bahwa etika adalah sesuatu yang benar dan tidak benar, tetapi etika lebih memandang pada pertimbangan yang relevan untuk suatu alasan berkaitan dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Bukan berarti bila seseorang berperilaku tidak pantas itu adalah salah dan berperilaku pantas itu benar, tetapi sejauh mana alasan dari berperilaku tersebut. Sebagai contoh, saat berbicara ‘saya’ dan ‘gue’ jika digunakannya dalam situasi formal maka ‘saya’ akan dinilai benar, dan sebaliknya untuk ‘gue’ berbeda ketika sesama teman yang sudah dekat kata ‘saya’ akan bernilai terlalu kaku dan ‘gue’ adalah hal yang biasa. Dengan hal ini, manusia dapat melakukan apapun asalkan tidak melewati batas etika dimana mereka tinggal.
Tindakan atau perbuatan manusia juga didasari oleh pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan membawa manusia mengarahkannya untuk memilik langkah-langkah apa saja yang akan diambil oleh manusia tersebut. Pengetahuan berhubungan dengan apa yang diketahui manusia, keingintahuan seperti apa yang ikin dimiliki manusia tersebut maka manusia tersaebut akan mengambil tindakan apa saja untuk mencapai keingintahuannya tersebut.
Ketiga,dapat berupa manusia. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi yang, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.[11]
Manusia dikaitkan dengan filsafat karena mereka adalah pelaku yang melakukan kegiatan berfikir secara filsafat. Manusia diberi kelebihan yang berbeda dengan makhluk lain yakni adalah otak, dengan adanya otak manusia dapat berfikir, dapat mencari tahu, dan menyebabkan mereka dapat berfikir secara filsafat. Manusia diciptakan oleh Tuhan semesta Alam untuk meninggali bumi dengan menjaganya. Semua manusia tercipta dengan memiliki sifat yang baik, dan jika manusia tersebut kehilangan kebaikannya maka manusia tersebut menjadi jahat dan tidak memiliki rasa kasihan, dan rasa kemanusiaan.
Manusia mulai berfikir secara sederhana, tentang siapa dirinya, lalu menjalar kepada apa yang dilakukannya,  keinginan apa saja yang ingin dilakukannya hingga yang rumit sekalipun berkutat dengan rumus-rumus, angka-angka. Setiap manusia juga dalam kehidupannya memiliki kepercayaan yang menurut sudut pandang masing-masing dari mereka bahwa keyakinan yang mereka ikuti adalah benar, dan tidak ada satu pun yang dapat protes dengan apa yang diyakini karena masing-masing dari mereka memiliki hak kebebasan untuk memiliki keyakinan seperti diri kita yang memiliki keyakinan bahwa dapat lulus sarjana dengan nilai IP terbaik.
Siapa manusia itu sendiri berkaitan dengan siapa diri kita sendiri, seperti apa kita ini, mulai dari penampilan fisik apakah elok rupanya atau biasa saja dan juga kemampuan psikisnya atau bisa disebut sifat yang dimiliki seseorang seperti pemarah, baik hati bahkan pemalas sekalipun merupakan sifat-sifat manusia. Dengan mengenali siapa diri kita ini dapat membantu kita menentukan jalan kehidupan kita dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri kita. Maka kita dapat bersaing dikehidupan.
Keempat, dapat berupa pengharapan/ cita-cita. Dalam KBBI ‘harap’ itu berarti (1) mohon; minta; hendaklah; (2) keinginan supaya sesuatu terjadi. Jika ditambahkan imbuhan –kan maka memiliki arti berharap; menantikan; menginginkan; berkaitan dengan manusia maka pengharapan adalah berupa apa yang menjadi tujuan atas keinginannya/ cita-citanya dalam kehudupan dengan kata lain adalah ‘visi’. Keinginan setiap orang adalah berbeda seperti ingin hidup bahagia, ingin sukses memiliki banyak harta, dan lain sebagainya maka langkah yang diambil pun akan berbeda, tetapi  jika di kumpulkan semua keinginan dari orang-orang didunia dapat disimpulkan bahwa mereka menginginkan untuk ‘menjadi orang yang benar’. Karena dengan menjadi orang benar pasti keinginan mereka akan terpenuhi, maka apa yag dicita-citakan mereka pasti tercapai. Harapan harus menjadi sebuah realiatas atau kenyataan dengan melaksanankan visi dari seseorang atau suatu lembaga dalam mencapai tujuannya. Seperti visi dari Universitas Sultan Ageng Titayasa (Untirta) yakni, maju, bermutu, dan berkarakter.
Maju, menginginkan mahasiswa di Untirta memiliki pandangan maju kearah kuantitas dengan progresivisme.
Bermutu, menginginkan mahasiswa di Untirta memiliki pandangan Idealisme kuat yang berkualitas.
Berkarakter, menginginkan mahasiswa di Untirta memiliki karakter khas yang menguatkan sifat eksistensialisme.
Harapan adalah penyambung hidup. Artinya jika seseorang tersebut putus harapan berarti putus asalah dia. Manusia yang mempunyai harapan adalah orang-orang yang memiliki banyak imu. Ilmu yang didapatkan bersumber dari rasio/ akal manusia (rasionalisme) dan juga pengalaman (empirisme), dan pengalaman ini bisa didapatkan melalui pendidikan. Karena fungsi pendidikan adalah menjanga apa yang menjadi urusan Tuhan dan juga urusan manusia itu sendiri berkaitan dengan filsafat, fungsi pendidikan yang pertama adalah konservatif yakni memelihara nilai dengan selalu menjaga hati, lalu kedua adalah transformatif yakni nilai tetap yang dimiliki orang-orang dengan berdasar pada otak kepala manusia atau bisa disebut logika, dan yang ketiga adalah inovatif yaitu berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam membuat, mencipta sesuatu hal baru yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.
Pedoman hidup diperlukan oleh manusia dalam mencapai keinginannya, yakni berupa agama. Agama seperti apa yang dipercayai, yang diyakinkan maka akan mengarahkan kepada manusia tersebut akan memiliki kehidupan seperti apa nantinya. Hubungan filsafat dan agama di Barat telah terjadi sejak periode Yunani Klasik, pertengahan, modern, dan kontemporer, meskipun harus diakui bahwa hubungan keduanya mengalami pasang surut.[12] Karena banyak tokoh-tokoh yang mengungkap teori masing-masing tentang filsafat dan agama.


Dalam filsafat terdapat tiga tema yang dapat dikaji.
Pertama, ontologi yang berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On (Ontos) merupakan ada dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi merupakan ilmu yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani abstrak (Bakhtiar,  2004).[13] Ontologi berkaitan dengan keyakian terhadap sesuatu yang ada, yakin terhadap alam, ciptaan, dan hal-hal yang tidak bisa dilogikakan dengan seseorang tersebut terus meyakini apa yang diyakininya. Seperti contoh  banyak orang yang beranggapan bahwa bumi itu bulat berdasarkan apa yang telah yang dilihtanya, tetapi tidak sedikit pula ada beberapa orang yang masih beranggapan bahwa bumi itu datar.
Kedua, Epistemologi atau teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasardasarnya, serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda.[14] Epistemologi berupa pengetahuan, yang kemungkinan suatu saat akan berubah karena manusia mengalami perubahan disetiap generasi yang berarti selalu menemukan teori-teori baru. Seperti contoh, dahulu tata surya ada 9 planet termasuk planet Pluto dan sekarang ada yang mengatakan bahwa Pluto sudah tidak termasuk kedalam tatasurya.
Ketiga, Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami sebagai pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika (Salam 1997). Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika akan diperoleh sebuah keruntutan.[15] Aksiologi berupa nilai yang jika dibagi kembali menjadi nilai dan tak ternilai, karena ada sesuatu yang tidak dapat dihitung/ dinilai. Contoh yang dapat dinilai biasa adalah sesuatu yang berwujud seperti fakta bahwa ‘masa jenis minyak lebih ringan dari pada air’ dan sesuatu yang tidak bisa dinilai salah satunya adalah ‘perasaan cinta terhadap Maha Pencipta’.
Pemahaman filsafat dengan pendidikan adalah bahwa filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan, baik pendidikan dalam arti teoretis maupun praktik. Setiap teori pendidikan selalu didasari oleh suatu sistem filsafat tertentu yang menjadi landasannya. Demikian pula, semua praktik pendidikan yang diupayakan dengan sungguh-sungguh sebenarnya dilandasi oleh suatu pemikiran filsafati yang menjadi ideologi pendorongnya. Pemikiran filsafati tersebut berusaha untuk diwujudkan dalam praktik pendidikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Barnadib (1994: 4) bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Dewey (via Barnadib, 1994: 4) seorang filsuf Amerika yang sangat terkemuka mengatakan bahwa filsafat merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. [16] Filsafat dalam pendidikan yang pada intinya membahas seluk beluk seperti apa itu pendidikan, tujuan terciptanya pendidikan, langkah-langkah apa saja yang benar dan baik dalam pendidikan.
Selanjutnya, Barnadib (1994: 5) mengatakan bahwa hubungan filsafat dan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua berikut ini.[17]
A.  Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan berbekal teori-teori pendidikan yang diberikan antara lain oleh pemikiran filsafat yang akan mewujudkan tjuan dari pendidikn itu ada yakni memanusiakan manusia.
B.  Dasar pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita termasuk manusia, maka dibahaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan tujuan dan metodologi pendidikan. Sebaliknya, pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran pendidikan. Filsafat memberi dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das Sollen (yang seharusnya), sedangkan praksis pendidikan berusaha mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi masukan dari realita terhadap pemikiran ideal pendidikan dan manusia. Jadi, ada hubungan timbal balik di antara keduanya karena filsafat merupakan ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang ada, dan dengan filsafat pendidikan maka akan lebih mengetahui dasar-dasar apa saja yang ada dipendidikan.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
[2] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Portal:Filsafat diakses pada tanggal 31 Desember 2016  pukul 20:12 W.I.B.
[3] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 17.
[4] Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 1.
[5] ________. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 1
[6] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 17-18.
[7] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 21.
[8] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 21.
[9] Filsafat Ilmu oleh Wisma Pandia, S.Th., Th.M. Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia. Hal. 14.
[10] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 110.
[11] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Manusia diakses pada 31 Desember 2016 pukul 20:28
[12] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 13.
[13] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 83.
[14] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 89.
[15] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 107.
[16] Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 20.
[17] Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 20-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar