Berpikir ilmiah merupakan proses
berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis berdasarkan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada (Eman Sulaeman). Berpikir ilmiah
adalah metode berpikir yang didasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh
Mulyana Mubarak, SE).
Metode berpikir ilmiah tidak lepas
dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil
uji eksperimental. Jika suatu teori tidak bisa dibuktikan dengan uji
eksperimental, dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya
karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains (Goldstein 1980).
a. Metode berpikir ilmiah
Suatu pengetahuan ilmiah disebut
sahih ketika kita melakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan
inilah yang disebut logika. Dengan demikian, kita sudah mendapati hubungan
antara syarat berpikir ilmiah dan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama
memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika. Logika diperoleh
dengan metode induksi dan deduksi.
1) Metode induksi
Metode induksi adalah suatu cara
penganalisis ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu)
menuju pada hal yang besifat umum (universal). Jadi, cara induksi dimulai dari
penelitian terhadap kenyataan khusus satu demi satu, kemudian diadakan generalisasi
dan abstraksi, lalu diakhiri dengan kesimpulan umum. Metode induksi ini memang
paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam
yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini
berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya.
Dengan metode induksi maka kita dapat
menarik kesimpulan yang dimulai dari
kasus khusus/ khas/ individual untuk mendapatkan kesimpulan lebih umum/ general/
fundamental.
Contoh:
Kita tahu bahwa gajah memiliki mata,
kambing juga memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan
demikian, kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki
mata.
Logika induktif memiliki berbagai
guna bagi kegiatan berpikir ilmiah kita, antara lain:
a) bersifat ekonomis bagi kehidupan
praksis manusia. Dengan logika induktif kita dapat melakukan generalisasi
ketika kita mengetahui/menemui peristiwa yang sifatnya khas/khusus; serta
b) logika induktif menjadi perantara
bagi proses berpikir ilmiah selanjutnya. Ia merupakan fase pertama dari sebuah
pengetahuan yang selanjutnya dapat diteruskan untuk mengetahui generalisasi
lebih fundamental lagi. Misalnya, ketika kita mendapatkan kesimpulan “semua
hewan memiliki mata” lalu kita masukkan manusia ke dalam kelompok ini, bisa
saja kita menyimpulkan “makhluk hidup memiliki mata”.
2) Metode deduksi
Metode deduksi adalah kebalikan dari
induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum,
metode deduksi sebaliknya yaitu bergerak dari hal-hal yang bersifat umum
(universal) kemudian ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus.
Pada umumnya, logika deduktif
didapatkan melalui metode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik,
Aristoteles. Silogisme terdiri atas premis
mayor yang mencakup pernyataan umum, premis
minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari
kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran dalam silogisme atau
logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis
mayor dan minor) dan kesimpulannya.
Contohnya yang paling klasik:
a) semua manusia bisa mati,
b) Socrates adalah manusia, dan
c) jadi, Socrates bisa mati.
Contoh lain:
Premis Mayor: Mahasiswa Psikologi
menjadi anggota KMF Fishum
Premis Minor: Ardi mahasiswa
Psikologi
Kesimpulan: Ardi menjadi anggota KMF
Fishum
Premis Mayor: Beberapa mahasiswa
Psikologi rajin masuk kuliah
Premis Minor: Ardi mahasiswa Psikologi
Kesimpulan: Ardi mahasiswa yang rajin
masuk kuliah
Kebenaran dari dua contoh penarikan
kesimpulan tersebut terdapat pada kesesuaian antara kedua premis dan
kesimpulannya. Pada contoh pertama, premis mayor memuat penyataan yang lebih
general, sedangkan premis minor memuat kasus individual. Kesimpulan yang
diambil adalah sahih karena kedua kasus (general menuju ke individual)
didapatkan dan pernyataan bahwa Ardi adalah anggota KMF Fishum adalah tepat,
menurut pernyataan dan kesimpulan. Berbeda dengan silogisme kedua di mana premis
mayor belum dapat disebut memuat suatu karakter pernyataan yang general.
Akibatnya, premis minor meskipun memiliki kandungan kasus yang khusus, tetapi
kesimpulan yang diambil belum dapat disebut sahih menurut kesimpulannya dan
juga pernyataannya. Meskipun Ardi adalah mahasiswa Psikologi, Ardi belum tentu
termasuk mahasiswa yang rajin masuk kuliah. Apalagi disebutkan dalam premis
mayor bahwa tidak semua mahasiswa Psikologi rajin masuk kuliah.
Penarikan kesimpulan melalui logika
deduktif berguna dalam kegiatan ilmiah, antara lain:
a) melalui logika deduktif didapatkan
konsistensi suatu pernyataan. Ketepatan menempatkan premis mayor dan minor
berguna untuk mendapatkankesimpulan yang sesuai dengan kedua premis tersebut.
Manfaat ini tidak hanya dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah kita, tetapi juga
bermanfaat bagi kehidupan praksis sehari-hari; serta
b)
silogisme
atau penarikan kesimpulan dengan deduksi berguna untuk mendukung pernyataan
fundamental/general. Melalui silogisme kita mendapatkan berbagai varian
kesimpulan yang mendukung pernyataan fundamental tanpa harus melakukan
pengamatan secara langsung. Sebagai contoh, kita tidak perlu meneliti langsung
ke planet Yupiter untuk mengetahui hukum revolusi dan rotasi sebuah planet,
tetapi dicukupkan dengan mengambil kesimpulan secara deduktif dari penyataan
bahwa semua planet mengalami perputaran terhadap matahari ataupun pada dirinya
sendiri.
666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar