Suatu
hari ...
Uwaahh
panjang juga ya ceritanya Imannuel Kant ini, hufffttt ayo jangan pada lemes
gitu. Yuukk kita lanjutkan membacanya lagi :D
ini bagian 1 nya ka
ini bagian 2 nya ka
ini bagian 1 nya ka
ini bagian 2 nya ka
“Sikap
skeptis Hume dalam kaitan dengan apa
yang dapat dikatakan oleh akal dan indra kepada kita memaksa Kant untuk
memikirkan lagi banyak pertanyaan penting mengenai kehidupan. Terutama dalam
bidang etika. Bukankah Hume mengatakan
bahwa kita tidak pernah dapat membuktikan apa yang benar dan apa yang salah?
Kita tidak dapat menarik kesimpulan dari kalimat berita menjadi kalimat
perintah. Bagi Hume, bukan akal dan bukan pula pengalamankita yang menentukan
perbedaan antara benar dan salah. Melainkan perasaan. Ini yang terlalu lemah
bagi Kant.
Kant
selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan
perasaan. Dalam hal ini dia setuju dengan kaum rasionalis yang mengatakan
kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah itu melekat dalam akal
manusia. Setiap orang tahu apa yang benar atau yang salah, bukan karena kita
telah mempelajarinya, melainkan karena itu terlahir dalam pikiran. Menurut
Kant, Setiap orang mempunyai 'akal praktis' yaitu, kecerdasan yang memberi kita
kemampuan untuk memahami apa yang benar atau salah dalam setiap soal. Kemampuan
untuk menentukan yang benar dan yang salah itu sama-sama merupakan bawaan lahir
sebagaimana sifat-sifat akal yang lain. Hanya karena kita ini makhluk yang
cerdas, misalnya, karena memahami segala sesuatu itu mempunyai hubungan kausal,
kita semua mempunyai akses pada hukum
moral universal yang sama.
Hukum moral ini mempunyai keabsahaan mutlak yang sama dengan
hukum fisik. Pertanyaan bahwa segala sesuatu ada sebabnya, sama mendasarnya
bagi moral kita sebagaimana bahwa 7 ditambah 5 sama dengan 12 bagi akal kita.
Dan apa yang dikemukakan oleh hukum moral?
Karena ia mendahului setiap pengalaman, ia 'formal'. Artinya, tidak terikat
pada situasi pilihan moral tertentu. Sebab ia berlaku bagi semua orang di semua
kalangan masyarakat sepanjang masa. Jadi, Iya tidak mengajarkan kita harus
melakukan ini atau itu jika kita mendapati diri kita dalam situasi ini atau
itu. Ia mengajarkan bagaimana kita harus berperilaku di setiap situasi.
Tapi,
Apa maksudnya mempunyai hukum moral yang
tertanam dalam diri kita sendiri jika hukum
moral itu tidak mengajarkan kita apa yang harus dilakukan dalam
situasi-situasi tertentu?
Kant
merumuskan hukum oral sebagai suatu perintah pasti. Dengan ini yang dimaksudkan
adalah bahwa hukum moral itu pasti
atau bahwa ia berlaku untuk semua situasi. Lagi pula, ia berupa 'perintah' yang
berarti memiliki kekuatan dan kewenangan mutlak. Kant merumuskan 'perintah
pasti' ini dengan berbagai cara. Pertama-tama dia mengatakan: Bertindaklah sesuai dengan ketentuan
hukum universal. Jadi jika kamu melakukan sesuatu, kamu harus merasa
yakin bahwa kamu juga menginginkan orang lain melakukan yang sama jika mereka
berada dalam situasi yang sama. Dengan begitu, barulah kamu bisa bertindak
sesuai dengan hukum moral yang
tertanam di dalam dirimu.
Kant
juga merumuskan 'perintah pasti' itu dengan cara begini: Bertindaklah dengan cara sedemikian rupa sehingga kamu selalu
menghormati perikemanusiaan, entah kenapa dirimu sendiri maupun kepada orang
lain, bukan hanya sekali sekali melainkan selalu dan selamanya. Jadi
kita tidak boleh menyalahgunakan orang lain demi keuntungan kita sendiri.
Tidak, sebab setiap orang mempunyai tujuan sendiri. Itu tidak hanya berlaku
untuk orang lain tetapi juga untuk dirimu sendiri. Kamu juga tidak boleh
menyalahgunakan dirimu sendiri sebagai sarana untuk mencapai sesuatu.
Tapi
tentunya ini hanya pernyataan. Hume barangkali benar bahwa kita tidak dapat
membuktikan apa yang benar atau salah melalui akal.
Menurut
Kant, hukum oral itu sama mutlaknya dan samai universalnya dengan hukum
kausalitas. Itu pun tidak dapat dibuktikan dengan akal, namun tetap mutlak dan
tidak dapat diubah. Tak seorang pun akan menyangkalnya. Ketika Kant
menggambarkan hukum moral,
sesungguhnya dia menggambarkan hati nurani manusia. Kita tidak dapat
membuktikan apa yang dikatakan oleh hati nurani kita, tapi kita tetap saja
mengetahuinya.
Kadang-kadang,
kamu mungkin bersikap baik dan mau membantu orang lain hanya karena kamu tahu
tindakanmu itu akan ada balasannya itu dapat menjadi cara untuk populer. Tapi
jika kamu berbaik-baik dengan orang lain hanya agar populer, berarti kamu
bertindak bukan karena menghormati hukum
moral. Kamu mungkin bertindak sesuai dengan hukum moral-dan itu sudah cukup baik-tapi jika itu kamu maksudkan
untuk menjadi tindakan moral, kamu harus menyalahkan dirimu sendiri. Hanya jika
kamu melakukan sesuatu murni karena kewajibanlah, tindakanmu dapat dikatakan
sebagai tindakan moral. Oleh karena itu, etika Kant kadang-kadang disebut etika kewajiban.
Kamu
dapat merasakan bahwa kamu berkewajiban mengumpulkan uang bagi perang merah
atau bazar amal, dan yang penting, kamu melakukannya sebab kamu tahu itu benar.
Bahkan jika uang yang kamu kumpulkan hilang di jalan, atau jumlahnya tidak
memadai untuk memberi makan semua orang seperti yang diniatkan semula, kamu
sudah mematuhi hukum moral.
Kamubertindak karena dorongan niat baik, dan menurut Kant, niat baik inilah
yang akan menentukan apakah tindakan itu secara moral benar, bukan akibat dari
tindakan itu. Etika Kant karenanya juga disebut etika niat baik.
Mengapa
begitu penting baginya untuk mengetahui dengan tepat kapan seseorang bertindak
karena dia menghormati hukum moral?
Tentunya hal yang terpenting adalah bahwa kita sungguh-sungguh menolong orang
lain. Tapi hanya jika kita tahu dalam diri sendiri bahwa kita bertindak karena
menghormati hukum moral lah, kita
akan bertindak dengan bebas.
Kita
bisa bertindak bebas hanya jika kita mematuhi hukum? Bukankah itu agak aneh?
Tetapi tidak menurut kant. Kamu mungkin ingat bahwa dia harus 'menganggap' atau
'mendalilkan' bahwa manusia mempunyai kehendak bebas. Ini adalah soal penting,
sebab Kant juga mengatakan bahwa segala sesuatu itu mematuhi hukum kausalitas.
Jadi, Bagaimana mungkin kita mempunyai kehendak bebas?
Dalam
soal ini, Kant membagi manusia menjadi dua bagian dengan cara yang tidak
berbeda dengan cara Descartes menyatakan bahwa manusia adalah 'makhluk ganda',
yaitu yang mempunyai badan dan pikiran. Sebagai makhluk material, kita
seluruhnya dan sepenuhnya bergantung pada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan, kata Kant. Kita tidak memutuskan apa yang kita lihat- penglihatan
mendatangi kita karena adanya tuntutan dan mempengaruhi kita apakah kita
menyukainya atau tidak. Tapi kita bukan semata-mata makhluk material- kita juga
makhluk berakal.
Sebagai
makhluk material, kita sepenuhnya milik dunia alam. Oleh karena itu, kita
tunduk pada hubungan kausal. Jadi, kita tidak mempunyai kehendak bebas. Tapi
sebagai makhluk rasional kita punya peranan di dalam apa yang disebut Kant das Ding an sich—yaitu, dunia
sebagaimana yang ada dalam dirinya sendiri, lepas dari kesan-kesan indra kita.
Hanya jika kita mengikuti 'akal praktis' kitalah—yang memungkinkan kita untuk
menentukan pilihan-pilihan moral—kita menjalankan kehendak bebas kita, sebab
jika kita mematuhi hukum moral yang
kita patuhi itu.
Ya,
sedikit banyak itu benar. Kamulah, atau
sesuatu dalam dirimu yang menyuruhku agar tidak berlaku kejam pada orang lain.
Jadi ketika kamu memilih untuk tidak berlaku kejam—bahkan jika itu bertentangan
dengan kepentingan pribadi mu sendiri—itu berarti kamu bertindak bebas.
Kita
tidak benar-benar bebas atau mandiri jika kita hanya melakukan apapun yang kita
inginkan kalau begitu? Orang dapat menjadi budak dari segala macam hal. Orang
bahkan bisa menjadi budak dari egoisme nya sendiri. Kemandirianlah dan
kebebasan itulah tepatnya yang kita butuhkan untuk bangkit mengatasi nafsu dan
kejahatan.
Bagaimana
dwngan binatang? Kita kira mereka hanya mengikuti kesenangan dan kebutuhan
mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai kebebasan untuk mematuhi hukum moral, bukan?
Tidak,
itulah bedanya antara binatang dan manusia. Dan akhirnya, kita mungkin dapat
mengatakan bahwa akan berhasil menunjukkan jalan keluar dari kebuntuan yang
dihadapi filsafat dalam pertarungan antara rasionalisme dan empirisne. Oleh
karena itu, bersama Kant, suatu era dalam sejarah filsafat berakhir. Dia
meninggal pada 1804, ketika masa budaya yang kita namakan romantisme mulai
bangkit. Salah satu perkataan yang paling banyak dikutip telah dipahatkan pada
pusarannya di Konigsberg: 'Dua hal memenuhi pikiranku dengan keheranan dan
ketakjuban yang semakin besar, semakin sering dan semakin kuat aku
merenungkannya: langit berbintang di atasku dan hukum moral di dalam diriku.’
END untuk Imanuel Kant
sumber: Novel dunia sophie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar