Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam
etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai
sang pencipta. Dalam perkembangan sejarah etika, ada 4 teori etika sebagai
sistem filsafat moral yaitu hedonisme,
eudemonisme, utiliterisme dan pragmatisme.
Hedonisme adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa sesuatu yang baik jika
mengandung kenikmatan bagi manusia. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan
manusia mengejar tujuan.
Adapun tujuan dari eudemonisme itu sendiri adalah
kebahagiaan. Selanjutnya, utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum
adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan
perintahperintah Ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
Selanjutnya, pragmatisme adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa sesuatu
yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan. Ukuran kebenaran
suatu teori adalah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoretis.
Etika berada dalam setiap faktor
kehidupan manusia, meski tidak selalu dinyatakan secara tertulis, dalam
berkomunikasi pun ada etikanya. Namun, mengkaji masalah etika komunikasi
termasuk kajian yang masih teramat luas. Hal ini disebabkan karena komunikasi
terdiri bebagai konteks komunikasi yang menjadi bagiannya, misalnya, komunikasi
antar personal, komunikasi antar budaya, periklanan, humas, jurnalistik, pers,
dan sebagainya. Masing-masing mempunyai etika masing-masing yang satu dengan
lainnya tidak akan sama karena objek kajiannya berbeda.
Andersen sebagaimana dikutip oleh
Surajiyo mengatakan bahwa etika adalah sebuah situasi yang mempelajari nilai
dan landasan bagi penerapannya. Hal ini pantas atau tidak pantas, baik atau
buruk. Sebuah etika tidak akan lagi mempersoalkan kondisi manusia tetapi sudah
pada bagaimana seharusnya manusia bertidak namun kemudian kita tidak dapat
mengatakan bahwa sebuah etika akan menyelesaikan persoalan praktis. Sebuah
etika tidak mengatakan pada seseorang apa yang harus dilakukannya pada situasi
tertentu. Teori etika akan membantu menusia untuk memutuskan apa yang harus ia
lakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi praktis etika adalah memberikan
pertimbangan dalam perilaku.
Tidak akan dapat dikatakan bahwa
etika adalah sesuatu yang benar dan tidak benar, tetapi etika lebih memandang
pada pertimbangan yang relevan untuk suatu alasan berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil oleh seseorang. Bukan berarti bila seseorang berperilaku
tidak pantas itu adalah salah dan berperilaku pantas itu benar, tetapi sejauh
mana alasan dari berperilaku tersebut. Sebagai contoh, dalam ilmu komunikasi,
perkataan etis dan tidak etis sering sekali kita jumpai dalam peristiwa
sehari-hari. Pengungkapan ini akan sangat dekat dengan makna pantas atau tidak
pantas sehingga ukurannya adalah norma.
Namun demikian, suatu etika bersifat
relatif atau tidak mutlak, yang berarti bahwa dalam waktu yang berbeda dan
tempat yang berbeda untuk satu etika dengan subjek sama, tidak akan mungkin
sama persis. Kita contohkan ketika kita melihat budaya kumpul kebo pada budaya
barat, dengan budaya timur. Di budaya barat, kumpul kebo dipandang sesuatu yang
etis dan wajar-wajar saja, tetapi dalam budaya timur seperti Indonesia, kumpul
kebo dianggap sebagai sesuatu yang tidak etis atau belum etis. Demikian juga
dengan ungkapan “dancuk” bagi
masyarakat Madura adalah suatu ungkapan etis, tetapi bagi masyarakat di luar
itu belum tentu etis.
))))))))))))))))))))))))))))((((((((((((((((((((((((((((
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar