Tidak Ada Hal yang Membuat Manusia Tidak
Tertarik Untuk Mengupasnya
Oleh Robbiathul Adawiyah (2227150073)
3B PGSD
**************************
Segala sesuatu yang
ada, yang berwujud bahkan yang abstrak atau tidak berwujud memiliki tugas
maupun tujuan masing-masing akan terciptanya sesuatu tersebut. Maka tugas
makhluk hidup memanfaatkan benda mati maupun makhluk hidup lainnya untuk terus
bertahan hidup. Pengalaman, pengetahuan, dibutuhkan untuk tetap bertahan hidup,
dan filsafat-lah yang akan membungkus itu semua kedalam teori-teori dari yang
sederhana bahkan yang rumit sekalipun.
Filsafat dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.[1]
Sumber lain yakni Wikipedia menyebutkan pengertian lain bahwa Filsafat adalah
studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis,
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.[2]
Dari dua pengertian diatas menegaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang
menggunakan logika berpikir dalam
memecahkan hakikat segala sesuatu.
Pengertian filsafat
dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan
ahli filsafat lainnya selalu berbeda serta hampir sama banyaknya dengan ahli
filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi tekstual yakni secara etimologi dan kontekstual yakni secara terminologi.[3]
A. Filsafat secara etimologi
Kata filsafat dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein
yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis
istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.[4]
Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan.
Seseorang yang dengan intuisi alaminya akan selalu mencari arti kebijaksanaan,
makna dari sebuah kebajikan yang pada akhirnya akan menciptakan sebuah rasa
kecintaan terhadap kebijakasanaan dan kebajikan itu sendiri.
Kata filsafat
pertama kali digunakan oleh Phytagoras
(582−486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas
seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf
lainnya. Saat ini istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan
populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan
dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat (masyarakat). Mungkin anda
pernah bertemu dengan seseorang dan mengatakan: “Filsafat hidup saya adalah hidup seperti oksigen, menghidupi orang lain
dan diri saya sendiri”. Orang lain lagi mengatakan: “Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia”. Hal ini adalah
contoh sederhana tentang filsafat seseorang.[5]
B. Filsafat secara terminologi
Secara terminologi
adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan batasan
dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran diperkenalkan beberapa
batasan sebagai berikut:[6]
1.
Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu mutlak di
tangan Tuhan.
2.
Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, dan estetika.
3.
Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk
berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akaranya
suatu hal yang hendak dipermasalahkan.
4.
Immanuel Kant, filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir
Eropa mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya empat persoalan:
a)
apa
dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?
b)
apa
yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?
c)
apa
yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi?, dan
d)
sampai
di mana harapan kita, dijawab oleh agama?.
5.
Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
Hal yang
dipersoalkan dalam filsafat dapat dijelaskan dengan memahami konsep dari
pembahasan dalam filsafat itu sendiri.
Pertama, filsafat dapat berupa pengetahuan. Secara etimologis pengetahuan
berasal dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara
terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.[7]
Dalam kamus
filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah
kontradiksi.[8] Pengetahuan
juga tercipta karena manusia telah mencari tahu apa yang telah ada dan
memperkirakan apa yang akan ada selanjutnya. ‘Ada’ dalam hal ini akan
berhubungan dengan metafisika yang secara umum metafisika adalah suatu
pembahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang
segala sesuatu yang “ada” (being).
Yang dimaksud dengan “ADA” ialah ‘semua yang ada baik yang ada secara mutlak,
ada tidak mutlak, maupun ada dalam kemungkinan.”[9]
Dalam bidang ini, hakikat yang ada secara umum dikaji secara khusus dalam
Ontologi (studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang memiliki arti, struktur,
dan prinsip ilmu). Adapun hakikat manusia, dan alam semesta dibahas dalam
Kosmologi. Jadi, metafisika ini mempersoalkan asal dan struktur alam semesta oleh
manusia dikaji berupa pengetahuan yang nantinya akan membingkai segala ilmu
yang dapat diketahui oleh manusia, dan ada beberapa yag tidak dapat diketahui
oleh manusia itu adalah Takdir, Kesialan/ kesengsaraan, Kematian, Hati, Jodoh,
dan Rezeki karena hal tersebut tidak berwujud meski jika dirasakan ‘ada’.
Manusia pun memiliki batasan-batasan dalam kemampuannya untuk mengetahui segala
sesuatu.
Kedua,filsafat dapat berupa aksi (action).
Aksi dalam KBBI adalah (1) gerakan; (2) tindakan; (3) sikap; yang pada intinya
aksi merupakan tindakan. Aksi yang dapat dilakukan dibatasi oleh sesuatu yang
bernama ‘Etika’. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari
tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku
yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Etika seorang
manusia ditentukan berdasarkan dimana ia tinggal, dilingkungan seperti apa yang
ia tinggali, karena penilaian etika berdasarkan dari sudut pandang orang lain.
Andersen sebagaimana dikutip oleh Surajiyo mengatakan bahwa etika adalah sebuah
situasi yang mempelajari nilai dan landasan bagi penerapannya. Hal ini pantas
atau tidak pantas, baik atau buruk. Sebuah etika tidak akan lagi mempersoalkan
kondisi manusia tetapi sudah pada bagaimana seharusnya manusia bertidak namun
kemudian kita tidak dapat mengatakan bahwa sebuah etika akan menyelesaikan
persoalan praktis. Sebuah etika tidak mengatakan pada seseorang apa yang harus
dilakukannya pada situasi tertentu. Teori etika akan membantu menusia untuk
memutuskan apa yang harus ia lakukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi
praktis etika adalah memberikan pertimbangan dalam perilaku.[10]
Tidak akan dapat
dikatakan bahwa etika adalah sesuatu yang benar dan tidak benar, tetapi etika
lebih memandang pada pertimbangan yang relevan untuk suatu alasan berkaitan
dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Bukan berarti bila seseorang
berperilaku tidak pantas itu adalah salah dan berperilaku pantas itu benar,
tetapi sejauh mana alasan dari berperilaku tersebut. Sebagai contoh, saat
berbicara ‘saya’ dan ‘gue’ jika
digunakannya dalam situasi formal maka ‘saya’ akan dinilai benar, dan
sebaliknya untuk ‘gue’ berbeda ketika
sesama teman yang sudah dekat kata ‘saya’ akan bernilai terlalu kaku dan ‘gue’ adalah hal yang biasa. Dengan hal
ini, manusia dapat melakukan apapun asalkan tidak melewati batas etika dimana
mereka tinggal.
Tindakan atau
perbuatan manusia juga didasari oleh pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan
membawa manusia mengarahkannya untuk memilik langkah-langkah apa saja yang akan
diambil oleh manusia tersebut. Pengetahuan berhubungan dengan apa yang
diketahui manusia, keingintahuan seperti apa yang ikin dimiliki manusia
tersebut maka manusia tersaebut akan mengambil tindakan apa saja untuk mencapai
keingintahuannya tersebut.
Ketiga,dapat berupa manusia. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda
dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran.
Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti
"manusia yang tahu"),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka
dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi yang, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup;
dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka
dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat
majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya
untuk membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.[11]
Manusia dikaitkan
dengan filsafat karena mereka adalah pelaku yang melakukan kegiatan berfikir
secara filsafat. Manusia diberi kelebihan yang berbeda dengan makhluk lain
yakni adalah otak, dengan adanya otak manusia dapat berfikir, dapat mencari
tahu, dan menyebabkan mereka dapat berfikir secara filsafat. Manusia diciptakan
oleh Tuhan semesta Alam untuk meninggali bumi dengan menjaganya. Semua manusia
tercipta dengan memiliki sifat yang baik, dan jika manusia tersebut kehilangan
kebaikannya maka manusia tersebut menjadi jahat dan tidak memiliki rasa
kasihan, dan rasa kemanusiaan.
Manusia mulai
berfikir secara sederhana, tentang siapa dirinya, lalu menjalar kepada apa yang
dilakukannya, keinginan apa saja yang
ingin dilakukannya hingga yang rumit sekalipun berkutat dengan rumus-rumus,
angka-angka. Setiap manusia juga dalam kehidupannya memiliki kepercayaan yang
menurut sudut pandang masing-masing dari mereka bahwa keyakinan yang mereka
ikuti adalah benar, dan tidak ada satu pun yang dapat protes dengan apa yang
diyakini karena masing-masing dari mereka memiliki hak kebebasan untuk memiliki
keyakinan seperti diri kita yang memiliki keyakinan bahwa dapat lulus sarjana
dengan nilai IP terbaik.
Siapa manusia itu
sendiri berkaitan dengan siapa diri kita sendiri, seperti apa kita ini, mulai
dari penampilan fisik apakah elok rupanya atau biasa saja dan juga kemampuan
psikisnya atau bisa disebut sifat yang dimiliki seseorang seperti pemarah, baik
hati bahkan pemalas sekalipun merupakan sifat-sifat manusia. Dengan mengenali
siapa diri kita ini dapat membantu kita menentukan jalan kehidupan kita dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri kita. Maka kita dapat
bersaing dikehidupan.
Keempat, dapat berupa pengharapan/ cita-cita. Dalam KBBI ‘harap’ itu berarti
(1) mohon; minta; hendaklah; (2) keinginan supaya sesuatu terjadi. Jika
ditambahkan imbuhan –kan maka memiliki arti berharap; menantikan; menginginkan;
berkaitan dengan manusia maka pengharapan adalah berupa apa yang menjadi tujuan
atas keinginannya/ cita-citanya dalam kehudupan dengan kata lain adalah ‘visi’.
Keinginan setiap orang adalah berbeda seperti ingin hidup bahagia, ingin sukses
memiliki banyak harta, dan lain sebagainya maka langkah yang diambil pun akan
berbeda, tetapi jika di kumpulkan semua
keinginan dari orang-orang didunia dapat disimpulkan bahwa mereka menginginkan
untuk ‘menjadi orang yang benar’. Karena dengan menjadi orang benar pasti
keinginan mereka akan terpenuhi, maka apa yag dicita-citakan mereka pasti
tercapai. Harapan harus menjadi sebuah realiatas atau kenyataan dengan
melaksanankan visi dari seseorang atau suatu lembaga dalam mencapai tujuannya.
Seperti visi dari Universitas Sultan Ageng Titayasa (Untirta) yakni, maju,
bermutu, dan berkarakter.
Maju, menginginkan
mahasiswa di Untirta memiliki pandangan maju kearah kuantitas dengan
progresivisme.
Bermutu, menginginkan mahasiswa di Untirta memiliki pandangan Idealisme kuat
yang berkualitas.
Berkarakter, menginginkan mahasiswa di Untirta memiliki karakter khas yang
menguatkan sifat eksistensialisme.
Harapan adalah
penyambung hidup. Artinya jika seseorang tersebut putus harapan berarti putus
asalah dia. Manusia yang mempunyai harapan adalah orang-orang yang memiliki
banyak imu. Ilmu yang didapatkan bersumber dari rasio/ akal manusia
(rasionalisme) dan juga pengalaman (empirisme), dan pengalaman ini bisa
didapatkan melalui pendidikan. Karena fungsi pendidikan adalah menjanga apa yang
menjadi urusan Tuhan dan juga urusan manusia itu sendiri berkaitan dengan
filsafat, fungsi pendidikan yang pertama adalah konservatif yakni memelihara
nilai dengan selalu menjaga hati, lalu kedua adalah transformatif yakni nilai
tetap yang dimiliki orang-orang dengan berdasar pada otak kepala manusia atau
bisa disebut logika, dan yang ketiga adalah inovatif yaitu berkaitan dengan
keterampilan seseorang dalam membuat, mencipta sesuatu hal baru yang bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang banyak.
Pedoman hidup
diperlukan oleh manusia dalam mencapai keinginannya, yakni berupa agama. Agama
seperti apa yang dipercayai, yang diyakinkan maka akan mengarahkan kepada
manusia tersebut akan memiliki kehidupan seperti apa nantinya. Hubungan
filsafat dan agama di Barat telah terjadi sejak periode Yunani Klasik,
pertengahan, modern, dan kontemporer, meskipun harus diakui bahwa hubungan
keduanya mengalami pasang surut.[12]
Karena banyak tokoh-tokoh yang mengungkap teori masing-masing tentang filsafat
dan agama.
Dalam filsafat
terdapat tiga tema yang dapat dikaji.
Pertama, ontologi yang berdasarkan bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu On (Ontos) merupakan ada
dan logos merupakan ilmu sehingga ontologi
merupakan ilmu yang mengenai yang ada. Ontologi menurut istilah merupakan ilmu
yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani
abstrak (Bakhtiar, 2004).[13] Ontologi
berkaitan dengan keyakian terhadap sesuatu yang ada, yakin terhadap alam,
ciptaan, dan hal-hal yang tidak bisa dilogikakan dengan seseorang tersebut
terus meyakini apa yang diyakininya. Seperti contoh banyak orang yang beranggapan bahwa bumi itu
bulat berdasarkan apa yang telah yang dilihtanya, tetapi tidak sedikit pula ada
beberapa orang yang masih beranggapan bahwa bumi itu datar.
Kedua, Epistemologi
atau teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasardasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu.
Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur
keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda.[14]
Epistemologi berupa pengetahuan, yang kemungkinan suatu saat akan berubah
karena manusia mengalami perubahan disetiap generasi yang berarti selalu
menemukan teori-teori baru. Seperti contoh, dahulu tata surya ada 9 planet
termasuk planet Pluto dan sekarang ada yang mengatakan bahwa Pluto sudah tidak
termasuk kedalam tatasurya.
Ketiga, Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami
sebagai pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan
tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam filsafat,
nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika (Salam 1997). Logika akan
menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika akan
diperoleh sebuah keruntutan.[15] Aksiologi
berupa nilai yang jika dibagi kembali menjadi nilai dan tak ternilai, karena
ada sesuatu yang tidak dapat dihitung/ dinilai. Contoh yang dapat dinilai biasa
adalah sesuatu yang berwujud seperti fakta bahwa ‘masa jenis minyak lebih
ringan dari pada air’ dan sesuatu yang tidak bisa dinilai salah satunya adalah ‘perasaan
cinta terhadap Maha Pencipta’.
Pemahaman filsafat
dengan pendidikan adalah bahwa filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan
pendidikan, baik pendidikan dalam arti teoretis maupun praktik. Setiap teori
pendidikan selalu didasari oleh suatu sistem filsafat tertentu yang menjadi
landasannya. Demikian pula, semua praktik pendidikan yang diupayakan dengan
sungguh-sungguh sebenarnya dilandasi oleh suatu pemikiran filsafati yang
menjadi ideologi pendorongnya. Pemikiran filsafati tersebut berusaha untuk
diwujudkan dalam praktik pendidikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan
pendapat Barnadib (1994: 4) bahwa
filsafat pendidikan pada dasarnya merupakan penerapan suatu analisis filosofis
terhadap lapangan pendidikan. Dewey
(via Barnadib, 1994: 4) seorang filsuf
Amerika yang sangat terkemuka mengatakan bahwa filsafat merupakan teori umum
dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. [16]
Filsafat dalam pendidikan yang pada intinya membahas seluk beluk seperti apa
itu pendidikan, tujuan terciptanya pendidikan, langkah-langkah apa saja yang
benar dan baik dalam pendidikan.
Selanjutnya, Barnadib (1994: 5) mengatakan bahwa
hubungan filsafat dan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua berikut ini.[17]
A. Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita)
yang lebih baik, sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam
kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, dengan
berbekal teori-teori pendidikan yang diberikan antara lain oleh pemikiran
filsafat yang akan mewujudkan tjuan dari pendidikn itu ada yakni memanusiakan
manusia.
B. Dasar pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita
termasuk manusia, maka dibahaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan
hidup. Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau landasan penyusunan
tujuan dan metodologi pendidikan. Sebaliknya, pengalaman pendidik dalam realita
menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran
pendidikan. Filsafat memberi dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya das
Sollen (yang seharusnya), sedangkan praksis pendidikan berusaha
mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi masukan dari
realita terhadap pemikiran ideal pendidikan dan manusia. Jadi, ada hubungan timbal
balik di antara keduanya karena filsafat merupakan ilmu yang mengkaji segala
sesuatu yang ada, dan dengan filsafat pendidikan maka akan lebih mengetahui
dasar-dasar apa saja yang ada dipendidikan.
[1] Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI).
[2] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Portal:Filsafat diakses pada
tanggal 31 Desember 2016 pukul 20:12
W.I.B.
[3] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 17.
[4] Rukiyati dan
Andriani Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 1.
[5] ________. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 1
[6] Suaedi. 2016. Pengantar
Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Hal. 17-18.
[7] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 21.
[8] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 21.
[9] Filsafat Ilmu
oleh Wisma Pandia, S.Th., Th.M. Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Theologi Injili
Philadelphia. Hal. 14.
[10] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 110.
[11] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Manusia diakses pada 31
Desember 2016 pukul 20:28
[12] Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 13.
[13] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 83.
[14] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 89.
[15] _____. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT
Penerbit IPB Press. Hal. 107.
[16] Rukiyati dan
Andriani Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 20.
[17] Rukiyati dan
Andriani Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Hal. 20-21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar