Jumat, 25 November 2016

Epistemologi - Metode Ilmiah

Prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu Pengetahuan dapat disebut pengetauan: memakai syarat-syarat tertentu. Syarat tertentu utama:metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis.


Metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peratiran-peraturan dalam metode tersebut. Metodolgi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam ilmiah, secara filsafat, Epistimologi terbagi empat yaitu:
1.    Apakah sumber-sumber pengetahuan
2.    Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan
3.    Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan
4.    Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia

Bepikir adalah kegitan mental yang menghasilkan pengetahuan : MI= ekspresi, mengenai cara belajar pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuanyang dihasilkan, diharapkan mempunyai karakteristikkarakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu: sifat rasional, teruji= MI: menggabungkan cara berpikir deduksi dan induksi.
Berpikir deduktif, sifat rasional kepada pengetahuanilmiah dan bersifat konsisten, sistematis (tahaptahap). Sifat rasional dan koheren adalah ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam jalur penekanan.
Sifat rasional, tidak final, karena bersifat pluralistic oleh sebab itu cara berpikir ilmiah digunakan pula cara berpikir induktif yang berdasarkan criteria kebenaran korespondensi. Teori korespondensi meyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu berkorespondensi (bersesuaian) dengan objek tektual yang dituju. Suatu pernyatan benar bila terdapat buktibukti empiris yang mendukung cotoh salju, Jakarta.
Proses kegiatan ilmiah manusia mengamati sesuatu, ada perhatian terhadap objek tertentu perhtian: suatu masalah atau kesukaran yang dirsakan bila kita menemukam sesuatu dalam penglaman kita yang menimbulkan pertanyaan, ini dimulai dalam dunia empiris: terjadilah eksistensi empiris. Dilihat dari perkembangan kebudayaan dapat menghadapi masalah maka hal ini dapat dibedakan menurut ciri-ciri tertentu.
Bedasarkan sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga tahap: mistis, ontologis, horisional.
1.    Mistis, sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatn gaib disekitarnya
2.    Ontologis, sikap manusia yang tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan gaib dan bersikap mengambil jarak terhadap objek disekitar kehidupan dan mulai menelaah objek tersebut
3.    Fungsional, sikap manusia yang bukan saja merasa telah terbebas dari kepungan kekuatan gaib dan mempunyai npengetahuan berdasarkan penelahan objek tersebut, namun lebih dari itu dia mengfungsionalkan pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya. Ilmu mulai berkembang dari tahap ontologis ini antara lain: terlepas dari kekuatan gaib,menguasai gejala empiris, memberi batas yang jelas terhadap objek kehidupan tertentu (terhadap ontologis).

Terhadap ontologis (manusia) – batas eksistensi masalah –mengenal ujud masalah –menelaah –mencari pemecahan masalah. Hanya membatasi pada masalah yang didasarkan atas empiris, masalah nyata maka jawaban ada didunia kejahatan, ilmu diawali dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun teori yang menjembataninya, teori penjelasan mengenai gejala yang terdapat didunia fisik tersebut.
Teori ilmu adalah penjelasan rasonal yang berkesesuaian dengan objek yang diperlukannya, dan harus didukung oleh bukti empiris. Metode ilmiah: empirisme, rasionalisme. Teori ilmu ada 2 syarat yaitu: konsistendengan teori sebelumnya, cocok dengan fakta-fakta empiris oleh sebab itu, teori ilmu yang belum teruji kebenarannya secara empiris dari semua penjelasan rasional statusnya hanya bersifat sementara atau penjelasan sementara (hipotesis). Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang kita hadapi. Fungsinya adalah: penunjuk jalan untuk mendapatkan jawaban, membantu menyalurkan penyelidikan.
Hipotesis disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, pengetahuan ilmiah adalah perkembangan setahap demi setahap (jumlh penyusunan hipotesis). Dari hipotesis: menguji hipotesis (mengkonfrontasikan dengan dunia fisik yang nyata), proses pengajian ini (pengumpulan fakta yang relefen dengan hipotesis yang diajukan, dalam agama proses pengujian meliputi: penalaran, persaan, intuisi, imajinasi, dan pengalaman. Hal tersebut dirumuskan dengan langkah Logico Hipotheticovenifikasi.
Langkah logico hypotheticovenifikasi antara lain:
1.    Perumusan masalah: pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas, batas-batasnya serta dapat didetifikasi faktor-faktor yang terlihat didalamnya.
2.    Penyusunan kerangka berpikir: argumentasi yang menjelaskan ubungan yang mungkin antara berbagai factor yang saling mengait dan membentuk konsisten permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang tahan terisi kebenaranya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
3.    Perumusan hipotesis: jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan, yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4.    Pegujian hipotesis: pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5.    Penarikan kesimpulan.


Penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan diterima atau tidak: diterima, bagian penelitian ilmiah karena mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Sumber:
Filsafat Ilmu oleh Wisma Pandia, S.Th., Th.M. Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar