Prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu Pengetahuan dapat disebut pengetauan: memakai
syarat-syarat tertentu. Syarat tertentu utama:metode ilmiah. Metode adalah
suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
sistematis.
Metodologi adalah suatu pengkajian
dalam mempelajari peratiran-peraturan dalam metode tersebut. Metodolgi ilmiah merupakan
pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam ilmiah, secara
filsafat, Epistimologi terbagi empat yaitu:
1. Apakah sumber-sumber pengetahuan
2. Apakah hakikat, jangkauan dan ruang
lingkup pengetahuan
3. Apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan
4. Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manusia
Bepikir adalah kegitan mental yang
menghasilkan pengetahuan : MI= ekspresi, mengenai cara belajar pikiran. Dengan
cara bekerja ini maka pengetahuanyang dihasilkan, diharapkan mempunyai
karakteristikkarakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu:
sifat rasional, teruji= MI: menggabungkan cara berpikir deduksi dan induksi.
Berpikir deduktif, sifat rasional
kepada pengetahuanilmiah dan bersifat konsisten, sistematis (tahaptahap). Sifat
rasional dan koheren adalah ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional
kepada objek yang berada dalam jalur penekanan.
Sifat rasional, tidak final, karena
bersifat pluralistic oleh sebab itu cara berpikir ilmiah digunakan pula cara
berpikir induktif yang berdasarkan criteria kebenaran korespondensi. Teori
korespondensi meyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya
materi yang terkandung dalam pernyataan itu berkorespondensi (bersesuaian)
dengan objek tektual yang dituju. Suatu pernyatan benar bila terdapat
buktibukti empiris yang mendukung cotoh salju, Jakarta.
Proses kegiatan ilmiah manusia
mengamati sesuatu, ada perhatian terhadap objek tertentu perhtian: suatu
masalah atau kesukaran yang dirsakan bila kita menemukam sesuatu dalam
penglaman kita yang menimbulkan pertanyaan, ini dimulai dalam dunia empiris:
terjadilah eksistensi empiris. Dilihat dari perkembangan kebudayaan dapat
menghadapi masalah maka hal ini dapat dibedakan menurut ciri-ciri tertentu.
Bedasarkan sikap manusia menghadapi
masalah ini maka Van Peursen membagi perkembangan kebudayaan menjadi tiga
tahap: mistis, ontologis, horisional.
1. Mistis, sikap manusia yang merasakan
dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatn gaib disekitarnya
2. Ontologis, sikap manusia yang tidak
lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan gaib dan bersikap mengambil
jarak terhadap objek disekitar kehidupan dan mulai menelaah objek tersebut
3. Fungsional, sikap manusia yang bukan
saja merasa telah terbebas dari kepungan kekuatan gaib dan mempunyai
npengetahuan berdasarkan penelahan objek tersebut, namun lebih dari itu dia
mengfungsionalkan pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya. Ilmu mulai
berkembang dari tahap ontologis ini antara lain: terlepas dari kekuatan
gaib,menguasai gejala empiris, memberi batas yang jelas terhadap objek
kehidupan tertentu (terhadap ontologis).
Terhadap ontologis (manusia) – batas
eksistensi masalah –mengenal ujud masalah –menelaah –mencari pemecahan masalah.
Hanya membatasi pada masalah yang didasarkan atas empiris, masalah nyata maka
jawaban ada didunia kejahatan, ilmu diawali dengan fakta dan diakhiri dengan
fakta, apapun teori yang menjembataninya, teori penjelasan mengenai gejala yang
terdapat didunia fisik tersebut.
Teori ilmu adalah penjelasan rasonal
yang berkesesuaian dengan objek yang diperlukannya, dan harus didukung oleh
bukti empiris. Metode ilmiah: empirisme, rasionalisme. Teori ilmu ada 2 syarat
yaitu: konsistendengan teori sebelumnya, cocok dengan fakta-fakta empiris oleh
sebab itu, teori ilmu yang belum teruji kebenarannya secara empiris dari semua
penjelasan rasional statusnya hanya bersifat sementara atau penjelasan
sementara (hipotesis). Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang kita hadapi. Fungsinya adalah: penunjuk jalan untuk
mendapatkan jawaban, membantu menyalurkan penyelidikan.
Hipotesis disusun secara deduktif
dengan mengambil premis-premis pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui
sebelumnya, pengetahuan ilmiah adalah perkembangan setahap demi setahap (jumlh
penyusunan hipotesis). Dari hipotesis: menguji hipotesis (mengkonfrontasikan
dengan dunia fisik yang nyata), proses pengajian ini (pengumpulan fakta yang
relefen dengan hipotesis yang diajukan, dalam agama proses pengujian meliputi:
penalaran, persaan, intuisi, imajinasi, dan pengalaman. Hal tersebut dirumuskan
dengan langkah Logico Hipotheticovenifikasi.
Langkah logico hypotheticovenifikasi antara lain:
1. Perumusan masalah: pertanyaan
mengenai objek empiris yang jelas, batas-batasnya serta dapat didetifikasi faktor-faktor
yang terlihat didalamnya.
2. Penyusunan kerangka berpikir:
argumentasi yang menjelaskan ubungan yang mungkin antara berbagai factor yang
saling mengait dan membentuk konsisten permasalahan. Kerangka berpikir ini
disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang tahan terisi
kebenaranya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan
permasalahan.
3. Perumusan hipotesis: jawaban
sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan, yang materinya
merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Pegujian hipotesis: pengumpulan
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5. Penarikan kesimpulan.
Penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan
diterima atau tidak: diterima, bagian penelitian ilmiah karena mempunyai
kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta
telah teruji kebenarannya.
//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Sumber:
Filsafat Ilmu oleh Wisma Pandia, S.Th., Th.M. Diktat Kuliah
Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar