Ibnu Sina mengatakan bahwa emosi dan
kemauan berpengaruh terhadap tubuh berdasarkan medisnya, bahwa sebenarnya
secara fisik orang-orang yang sakit, hanya dengan kekuatan kemauannya-lah,
dapat menjadi sembuh dan begitu pula sebaliknya. Orang-orang yang sehat dapat
menjadi benar-benar sakit bila terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit.
Demikian pula katanya, jika sepotong kayu diletakan melintang di atas jalan setapak, orang dapat berjalan di atasnya dengan baik, tetapi jika kayu tersebut di letakan sebagai jembatan dan di bawahnya adalah jurang yang dalam, orang hampir tak dapat melintas tanpa benar-benar jatuh.
Demikian pula katanya, jika sepotong kayu diletakan melintang di atas jalan setapak, orang dapat berjalan di atasnya dengan baik, tetapi jika kayu tersebut di letakan sebagai jembatan dan di bawahnya adalah jurang yang dalam, orang hampir tak dapat melintas tanpa benar-benar jatuh.
Ini karena ia menggambarkan kepada
dirinya tentang kemungkinan jatuh sedemikian rupa sehinga kekuatan alamiah
tubuhnya seperti di gambarkannya itu. Sungguh emosi yang kuat, seperti rasa
takut dapat benar-benar merusak temperamen organisme dan menyebabkan kematian,
dengan mempengaruhi fungsi-fungsi vegetatif: ini terjadi apabila suatu
penilaian bersemayam di dalam jiwa, penilaian suatu sebagai suatu kepercayaan
murni, tidak mempengaruhi tubuh, tetapi berpengaruh apabila kepercayaan ini
diikuti rasa emosi dan kemauan berpengaruh terhadap tubuh. Ia tidak
menganggapnya sebagai mustahil bahwa sesuatu terjadi pada jiwa (emosi),
sepanjang sesuatu itu terjelma, dan kemudian diikuti oleh keadaan-keadaan
tertentu pada tubuh itu sendri. Imajinasi, selama di ketahui, bukanlah bukan
merupakan pengaruh fisik, tetapi bisa terjadi, sebagai akibat, organ-organ
tubuh tertentu, organ seksual, misalnya, mengembang.
Sungguh, bila suatu gagasan tertanam
kuat dalam imajinasi, maka gagasan tersebut mengharuskan adanya perubahan
temperamen. PĂ©rsis sebagaimana gagasan kesehatan yang ada pada benak dokter
menghasilkan penyembuhan melalui sarana, tetapi jiwa melakukan itu tanpa sarana
apapun. Filsafat Ibnu Sina bertentangan dengan pendapat umum yang mengatakan
bahwa tubuh manusialah yang berhajat kepada jiwa. Menurut Ibnu Sina bahwa
bukanlah tubuh yang berhajat pada jiwa, tetapi sebaliknya jiwalah yang berhajat
kepada tubuh. Dengan bantuan panca indra luar dan panca indera dalamlah jiwa,
tegasnya akal manusia, meningkat dari potensial menjadi bakat, aktual, dan
selanjutnya menjadi perolehan.
Teori Ibnu Sina itu sesuai dengan
pendapat psikologi modern. Menurut psikologi modern, emosi berperan penting
dalam kehidupan. Menurut banyak bukti, emosi adalah sumber daya terampuh yang
kita miliki. Emosi adalah penyambung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan
diri yang secara mendalam menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan
dengan orang lain, serta dengan alam kosmos. Emosi memberi tahu kita tentang
hal-hal yang paling utama bagi kita masyrakat, nilai-nilai, kegiatan, dan
kebutuhan yang memberi kita motivasi, semangat, kendati diri (selfcontrol), dan
kegigihan. Kesadaran dan pengetahuan tentang emosi memungkinkan kita memulihkan
kehidupan dan kesehatan kita, melindungi keluarga kita, membangun kasih yang
langgeng, dan meraih keberhasilan dalam belajar dan bekerja.
Emosi memiliki kekuatan luar biasa
atas seluruh fungsi otak. Emosi diciptakan agar memiliki kendali lebih besar
terhadap akal. Ini berarti kecerdasan emosional sesungguhnya membantu pikiran
rasional (akal). Karena itu, secara psikologis, ketika pusat-pusat emosional
otak kita terluka, kecerdasan keseluruhan kita mengqalami konsleting.
Bagaimana, kita tidak harus mengalami kerusakan otak agar akal kita tidak
kehilangan mitra emosionalnya yang penting. Sekarang sangat kecil perhatian
kita terhadap berbagai perasaan kita sehingga sumber-sumber emosional kita
menyusut, seperti otot yang tidak digunakan. Teori Emotional Intelligence ini
sekarang dikembangkan di antaranya oleh Daniel Goleman sejak tahun 1990-an.
Bila seorang yang sakit memiliki keinginan jiwa untuk sembuh maka ia akan
sembuh demikian pula sebaliknya.
Dalam konteks pendidikan dikatakan bahwa seseorang
yang motivasi belajarnya tinggi, ia akan sukses dalam belajar bahkan dalam
hidupnya. Dalam ilmu psikologi pendidikan, motivasi memegang peranan yang
sangat penting untuk menimbulkan gairah belajar pada seseorang. Gairah belajar
ini akan timbul bila orang memiliki emosi yang positif. Orang yang memiliki EQ
(emotional quotient) yang tinggi akan dapat mengarahkan emosinya kepada hal-hal
yang positif sehinggga menjadi daya dorong dalam hidup. Karya Daniel Goleman
merupakan karya yang cukup menarik dalam mengkaji persoalan EQ ini. Nampaknya
teori Ibn Sina tentang emosi relevam dalam konteks perkembangan psikologi
modern ini.
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan
antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar