Sebelum menjelaskan pemikiran
sufistik Ibnu Sina tentang teori ‘Irfan, penulis ingin menjelaskan tentang
Spiritual Intellegence (SQ, kecerdasan spiritual) yang menurut hemat penulis
sangat sesuai dengan teori Ibnu Sina.
Menurut Zohar dan Marshall, dalam
bukunya SQ; Spiritual Intellegence—The Ultimate Intellegence mengatakan bahwa
SQ merupakan kecerdasan tertinggi yang memiliki daya ubah yang amat tinggi
sehingga dapat mengeluarkan manusia dari situasi keterkungkungannya. SQ
memungkinkan manusia menjadi kreatif mengubah aturan dan situasi daalm suatu
medan yang tak terbatas.
Ada beberapa bukti ilmiah keberadaan
SQ yang dikemukkan Zohar dan Marshall yang relevan dengan teori ‘Irfan dari
Ibnu Sina seperti yang akan dikemukakan nanti. Diantaranya adalah penelitian
neoropsikolog Michael Persinger di awal tahun 1990-an dan lebih mutakhir lagi
tahun 1997 oleh ahli saraf V.S. Ramachandra bersama timnya dari Universitas
California, yang menemukan adanya God Spot (Titik Tuhan) dalam otak manusia.
“Titik Tuhan” ini memang tidak
membuktikan keberadaan Tuhan, tetapi menunjukan kecendrungan otak manusia yang
berkembang ke arah pencarian agenda-agenda fundamentaln dalam hidup, seperti
merasa memiliki, masalah makna dari nilai kehidupan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Journal of Traspersonal Psycology melakukan penelitian untuk memahami
gejala-gejala rohaniah, seperti peak experience, pengalaman mistik (sufistik),
ektasi, kesadaran rohaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal,
pengalaman spiritual dan akhinya kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall mengatakan bahwa
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri
(Innerself) kita yang berhubungan dengan kearifan diluar ego, atau jiwa sadar.
Marshall Sineter dan Khalil Khavari menyampaikan definisa yang sesuai dengan
perkembangan psikologi mutakhir. Menurut Sineter kecerdasan spiritual adalah
pikiran yang mendapat inpirasi, dorongan, dan efektivitas yang berinspirasi,
the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi
bagian. Menurut Khalil Khavari kecerdasan spiritual adalah fakultas dari
dimensi non-material (roh). Seperti dua kecerdasan lainnya, kecerdasan
spiritual dapat ditingkatkan dan dapat diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya
untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.
Untuk mencapai kecerdasan spiritual
maka sarana Agama sangat relevan sekali. Agama terutama tasawuf mengajarkan
agar manusia meningkatkan potensi SQ dari pusatnya yang paling dalam yaitu hati
dan roh, sehingga bagian ini akan memancar menimbulkan pancaran yang tidak
terbatas.
Kajian yang relevan dalam konteks ini
di berikan oleh Ibnu Sina dalam pemikiran sufistiknya tentang ‘irfan (mystical
knowledge). Term ‘irfan atau ma’rifah ini erat kaitannya dengan term ‘abid dan
zahid. Kesadaran keagamaan yang tinggi dengan melakukan berbagai amalan
keagamaan disertai sikap asketis merupakan sarana untuk mencapai kearifan. Orang
yang mencapai derajat ‘arif adalah orang yang mendapatkan penerapan intelek
aktif (al-aql al-fa’al), menurut Ibnu Sina, menjadi syarat pencarian kebenaran.
Pengetahuan yang di capai oleh orang ‘arif adalah pengetahuan yang hadir
(ma’rifah hudhuriyyah). Menurut Taqi Misbah Yazdi ma’rifah hudhuriyyah ini
tidak bisa diajarkan dan di pelajari, karena pengajaran (ta’lim) dan belajar
(ta’alum) menjadi lafallafal dan konsepsi-konsepsi.
Ibnu Sina mengatakan bahwa “orang
‘arif” (gnosis) yakni yang mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan adalah orang
yang mendapat limpahan (emanasi) dan pancaran (iluminasi) cahaya dari Tuhan
karena kedekatannya terhadap Allah SWT sebagai Wajib al-Wujud (Necessary
being). Semakin dekat hamba dengan Allah maka makin tinggi kemungkinan
mendapatkan emanasi (pancaran) cahaya dari Allah SWT, dan makin rendah
kedekatannya dengan Allah maka makin kecil kemungkinan mendapat cahaya Allah.
Inilah relevansi pemikiran Ibnu Sina dengan penemuan
konpemporer saat ini tentang kecerdasan spiritual (SQ). Apabila kita hubungkan
antara SQ dengan pemikiran Ibnu Sina tentang ‘irfan atau orang ‘arif
(ma’rifah), maka orang ‘arif lah yang memiliki kecerdasan spiritual paling
tinggi. Karena ia menrima limpahan (illumination) cahaya pengetahuan dari
Tuhannya. Orang ‘arif (gnosis) adalah orang yang memiliki kekuatan untuk
melakukan hubungan dengan Akal Fa’al ia memiliki tingkat akal potensial, jiwa
berfikir (al-nafs al-nathiqah) yang luar biasa, di samping memiliki kemurnian
serta kesucian hati (al-qalb).
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan
antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar