Menurut rumusan yang sederhana,
kurikulum merupakan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau
dipelajari oleh siswa. Anggapan ini sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam
lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang,
yaitu kurikulum sebagai “a racecource of
subject matters to be mastered”.
Banyak di antara kita kalau ditanya
tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata
pelajaran. Lebih khusus kurikulum di artikan hanya sebagai isi pelajaran.
Konsep kurikulum menurut Ibnu Sina didasarkan pada tingkat perkembangan usia
anak didik. Pada anak berusia tiga atau lima tahun, menurut Ibnu Sina, perlu diberikan mata pelajaran budi
pekerti, kebersihan dan kesenian. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan
untuk membekali agar si anak memiliki kebiasaan (habituality) yang baik, misalnya sopan santun dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Selanjutnya, dengan pendidikan kebersihan dan kesenian diarahkan
agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai dan meningkatkan daya
khayalan (imagination) yang positif.
Pandangan Ibnu Sina tentang kurikulum
ini tampaknya dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Ia menjelaskan
ketentuan dalam pemberian materi pelajaran itu harus diberikan sesuai dengan
perkembangan psikologis anak.
Ibnu Sina menekankan agar anak didik diberikan
pendidikan mengenai kebersihan. Menurut pelajaran kebersihan dimulai sejak anak
bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketikaa hendak tidur kembali. Dengan
kata lain pelajaran kebersihan ini harus diberikan kepada anak dalam semua
aktivitasnya. Dengan cara ini, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat
menerapkan hidup sehat, dan mana saja yang berpenampilan kotor atau kurang
sehat. Pada anak usia enam sampai empat belas tahun, menurut Ibnu Sina, perlu diberikan kurikulum yang mencakup
pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an, pelajaran Agama, syair dan juga olah
raga.
Pelajaran dan membaca dan menghafal
Al-Qur’an menurut Ibnu Sina berguna
untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan-bacaan Al-Qur,an dan
juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari Agama Islam dan pelajaran
lainnya, seperti tafsir Al-Qur’an, fikih, tauhid, akhlak dan lain-lain. Belajar
membaca dan menghafal Al-Qur’an akan mendukung keberhasilan pelajaran bahasa
Arab, karena Al-Qur’an mengandung ribuan kosa kata. Pelajaran membaca Al-Quran,
menurut Ibnu Sina, sangat strategis dan
mendasar dalam pendidikan pribadi muslim.
Selanjutnya, kurikulum untuk usia
empat belas tahun ke atas sangat banyak jumlahnya sesuai dengan bakat dan minat
si anak, baik pelajaran yang yang bersifat teoretis maupun praktis. Pelajaran
yang bersifat teoritis antara lain tentang materi dan bentuk (matter and form),
gerak dan perubahan, wujud dan kehancuran, tentang tumbuhan (botani), hewan
(zoologi), kedokteran, astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ke
dalam ilmu-ilmu fisika. Selanjutnya, ilmu metematika yang meliputi tentang
ruang, bayang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin, ilmu
memindahkan air. Ilmu ketuhanan yang meliputi tentang cara-cara turunnya wahyu,
hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat, berita gaib, ilham, dan ilmu tentang
kekekalan ruh setelah berpisah dengan jasadnya.
Selanjutnya, mata pelajaran yang
bersifat praktis adalah ilmu tentang akhlak yang mengkaji tentang budi pekerti
dan tingkah laku seseorang, ilmu mengurus rumah tangga, yang meliputi ilmu yang
mengkaji hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam
kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang hubungan
antara rakyat dengan pemerintah, kota dengan kota, bangsa dengan bangsa. Ke
dalam ilmu yang bersifat praktis atau terapan ini, Ibnu Sina memasukan ilmu tentang cara menjual
dagangan, membatik, dan menenun. Dalam hal ini, Ibnu Sina mengaitkan ilmu-ilmu praktis dengan
berbagai pekerjaan yang ada dalam kehidupan di rumah tangga, masyarakat, dan
dunia pekerjaan atau profesi. Dengan ilmu yang bersifat praktis ini seorang dapat
berusaha mencari nafkah untuk kehidupanya.
Dalam konteks pendidikan spiritual, Ibnu Sina menekankan agar kurikulum disusun secara
utuh, yakni memperhatikan semua pengembangan potensi manusia terutama aspek
rohani. Anak didik supaya sejak dini di ajari membaca Al-Qur’an, mengamalkan
perintah-perintah Agama, menjaga kebersihan lahir dan batin, serta diajari budi
pekerti yang mulia. Dengan kurikulum seperti ini, maka diharapkan kelak anak
didik memiliki jiwa yang kuat, rohani yang bersih dan akhlak yang baik. Inilah
cermin manusia yang ideal yang dikatakan Ibnu Sina sebagai insan kamil (manusia paripurna).
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan
antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar