Manusia memiliki sifat yang
senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan yang timbul dalam kehidupannya.
Dalam mencari ilmu pengetahuan, manusia melakukan telaah yang mencakup 3 hal,
antara lain
1) objek yang dikaji; 2) proses menemukan ilmu; dan 3) manfaat atau
kegunaan ilmu tersebut. Untuk itu, manusia akan selalu berpikir, dengan
berpikir akan muncul pertanyaan, dan dengan bertanya maka akan ditemukan
jawaban yang mana jawaban tersebut adalah suatu kebenaran.
Menurut Ford (2006), kebenaran atau
truth dapat dibedakan atas 4 macam.
a. Kebenaran metafisik (T1).
Sesungguhnya kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik melalui
justifikasi maupun falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti
kesesuaian dengan alam, logika deduktif, atau standar-standar perilaku
profesional. Kebenaran metafisik merupakan kebenaran yang paling mendasar dan
puncak dari seluruh kebenaran (basic, ultimate truth) karena itu harus diterima
apa adanya (given for granted). Misalnya, kebenaran iman dan doktrin-doktrin
absolut agama.
b. Kebenaran etik (T2). Kebenaran etik
merujuk pada perangkat standar moral atau profesional tentang perilaku yang
pantas dilakukan. Seseorang dikatakan benar secara etik bila ia berperilaku
sesuai dengan standar perilaku itu. Sumber kebenaran etik bisa berasal dari
kebenaran metafisik atau dari norma sosial-budaya suatu kelompok masyarakat
atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi
standar etika universal) dan ada pula yang relatif.
c. Kebenaran logika (T3). Sesuatu
dianggap benar apabila secara logik atau matematis konsisten dan koheren dengan
apa yang telah diakui sebagai benar atau sesuai dengan apa yang benar menurut
kepercayaan metafisik. Aksioma metafisik yang menyatakan bahwa 1+1= 2 maka
secara logika dapat dianggap benar. Namun demikian, di dalam kebenaran ini juga
tidak terlepas dari konsensus orang-orang yang terlibat di dalamnya. Misalnya,
1+1 ≠ 3, karena secara konsensus telah diterima demikian.
d. Kebenaran empirik (T4). Kebenaran ini
yang lazimnya dipercayai melandasi pekerjaan ilmuwan dalam melakukan
penelitian. Sesuai (kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi) dianggap
benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi,
dijustifikasi, atau kritik.
Dari uraian tersebut, dalam kajian filsafat imu yang
menjadi fokus utama adalah kebenaran empirik (T4). Kebenaran empirik sering
disebut sebagai kebenaran imiah. Namun, tentu saja dengan tidak mengesampingkan
kebenaran lainnya.
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar