a. Teori korespondensi
Teori korespondensi menyatakan bahwa kebenaran adalah
kesesuaian antara pikiran dan kenyataan teori.
Adapun moto teori ini adalah
“truth is fidelity to objective reality” (kebenaran setia/tunduk pada realitas
objektif). Implikasi dari teori ini ialah hakikat pencarian kebenaran ilmiah,
bermuara kepada usaha yang sungguh-sungguh untuk mencari relasi yang senantiasa
konsisten. Teori ini erat hubungannya dengan kebenaran empirik (T4).
b. Teori koherensi/konsistensi
Teori ini berpendapat bahwa suatu kebenaran adalah apabila
ada koherensi dari arti tidak kontradiktif pada saat bersamaan antara dua atau
lebih logika. Kebenaran terjadi jika ada kesesuaian antara pernyataan saat ini
dan pernyataan terdahulu. Sumber kebenaran menurut teori ini adalah logika
(manusia) yang secara inheren memiliki koherensi. Teori koheren bermuara pada
kebenaran logis (T3).
c. Teori pragmatisme
Teori ini berpandangan bahwa kebenaran diukur dari kegunaan
(utility), dapat dikerjakan (workability), dan pengaruhnya memuaskan
(satisfactory consequences). Kebenaran mengacu pada sejauh manakah sesuatu itu
berfungsi dalam kehidupan manusia.
Bila menurut Ford kebenaran ilmiah berhubungan dengan
asas korespondensi, menurut Keraf dan Mikael (2011) menyatakan bahwa kebenaran
ilmiah mempunyai sekurang-kurangnya tiga sifat dasar, yaitu rasional logis, isi
empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis). Suriasumantri (2003) menyatakan
bahwa kebenaran adalah pernyataan tidak ragu. Hanya ada dua asas yang digunakan
untuk berpikir secara ilmiah (kebenaran ilmiah) yaitu teori koherensi dan
korespondensi. Sementara pragmatisme digunakan untuk pengetahuan alam yang
berguna untuk menafsirkan gejala-gejala alam.
111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar