Epistemologi atau teori pengetahuan
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasardasarnya, serta pertanggungjawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas tentang
terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh
manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur keterkaitan ini memiliki
derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan fondasi bagi
ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung pada ilmu
tertentu dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu dan
pengetahuan dasar.
Sebagai contoh, dasar dari semua
ilmu empirik adalah prinsip kausalitas dan kaidah ini menjadi pokok bahasan dalam
filsafat. Dengan demikian, filsafat merupakan dasar dan pijakan bagi ilmu-ilmu
empirik. Begitu pula ilmu logika yang merupakan alat berpikir manusia dan ilmu
yang berkaitan dengan cara berpikir yang benar, diletakkan sebagai pendahuluan
dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain maka dari itu ia bisa ditempatkan
sebagai dasar dan asas bagi seluruh pengetahuan manusia.
Namun, epistemologi (teori
pengetahuan) karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk
ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan
fondasi segala ilmu dan pengetahuan. Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian
memiliki kesamaan dengan epistemologi, tetapi ilmu logika merupakan ilmu
tentang metode berpikir dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah
epistemologi. Hingga tiga abad sebelum abad ini, epistemologi bukanlah suatu
ilmu yang dikategorikan sebagai disiplin ilmu tertentu, meainkan pada dua abad
sebelumnya, khususnya di Barat, epistemologi diposisikan sebagai salah satu
disiplin ilmu.
Dalam filsafat Islam, permasalahan
epistemologi tidak dibahas secara tersendiri, tetapi begitu banyak persoalan
epistemologi dikaji secara meluas dalam pokok-pokok pembahasan filsafat Islam,
misalnya dalam pokok kajian tentang jiwa, non materi jiwa, dan makrifat jiwa.
Pengindraan, persepsi, dan ilmu merupakan bagian pembahasan tentang makrifat
jiwa. Begitu pula hal-halyang berkaitan dengan epistemologi banyak dikaji dalam
pembahasan tentang akal, objek akal, akal teoretis dan praktis, wujud pikiran,
serta tolok ukur kebenarandan kekeliruan suatu proposisi. “Pandangan dunia
(weltans chauung) seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
konsepsi dan pengenalannya terhadap “kebenaran”. Kebenaran yang dimaksud di
sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin
besar pengenalannya, semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia
yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik kulminasi
peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik nadir peradaban
karena nilai dan kualitas keberadaan kita sangat bergantung pada pengenalan
kita terhadap kebenaran. Anda dikenal atas apa yang Anda kenal. Wujud Anda
ekuivalen dengan pengenalan Anda dan vice-versa.
Akan tetapi, bagaimanakah kebenaran
itu dapat dikenal? Parameter atau paradigma apa yang digunakan untuk dapat
mengidentifikasi kebenaran itu? Mengapa kita memerlukan paradigma atau
parameter ini? Dapatkah manusia mencerap kebenaran itu? Kalau kita menilik
perjalanan sejarah umat manusia sebagai makhluk dinamis dan progresif, manusia
acap kali dihadapkan pada persoalanpersoalan krusial tentang hidup dan
kehidupan, tentang ada dan keberadaan, tentang perkara-perkara eksistensial.
Penulusuran, penyusuran, serta jelajah manusia untuk menuai jawaban atas
masalah-masalah di atas membuat eksistensi manusia jauh lebih berarti. Manusia
berusaha bertungkus lumus memaknai keberadaannya untuk mencari jawaban ini.
Manusia terus mencari dan mencari hingga akhir hayatnya. Perjalanan sejarah
umat manusia sebagai makhluk dinamis dan progresif, manusia acap kali
dihadapkan kepada persoalan-persoalan krusial tentang hidup dan kehidupan,
tentang ada dan keberadaan, tentang perkaraperkara eksistensial. Ilmu-ilmu
empiris dan ilmu-ilmu naratif lainnya ternyata tidak mampu memberikan jawaban
utuh dan komprehensif atas masalah ini karena metodologi ilmu-ilmu tersebut
bercorak empirikal.
Filsafat sebagai induk ilmu
pengetahuan hadir untuk mencoba memberikan jawaban atas masalah ini karena baik
dari sisi metodologi maupun subjek keilmuan, filsafat menggunakan metodologi
rasional. Sebelum memasuki gerbang filsafat, terlebih dahulu instrumen yang
digunakan dalam berfilsafat harus disepakati. Dengan kata lain, akal yang
digunakan sebagai instrumen berfilsafat harus diuji dulu validitasnya, apakah
ia absah atau tidak dalam menguak realitas. Betapa tidak, dalam menguak
realitas terdapat perdebatan panjang semenjak zaman Yunani Kuno (lampau) hingga
masa Postmodern (kiwari) antara kubu rasionalis (rasio) dan empiris (indriawi
dan persepsi). Semenjak Plato hingga Michel Foucault dan Jean-François Lyotard.
Pembahasan epistemologi sebagai subordinate dari filsafat menjadi mesti adanya.
Pembahasan epistemologi adalah pengantar menuju pembahasan filsafat. Tentu
saja, harus kita ingat bahwa ilmu logika juga harus rampung untuk menyepakati
bahwa dunia luar terdapat hakikat dan untuk mengenalnya adalah mungkin.
Pembahasan epistemologi sebagai ilmu yang meneliti asal-usul, asumsi dasar,
sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam
menentukan sebuah model filsafat harus dikedepankan sebelum membahas
perkara-perkara filsafat.
Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge),
“logos” berarti teori. Dengan demikian, epistomologi secara etimologis berarti
teori pengetahuan (Rizal 2001: 16). Epistomologi mengkaji mengenai apa
sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya.
Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld dalam Mohammad Noor Syam
(1984: 32) mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemologi that gives
the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”.
Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistomologi memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada
murid-muridnya”. Di samping itu, banyak sumber yang mendefinisikan pengertian
epistomologi di antarannya:
a.
Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang
menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
b.
Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang
membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran
pengetahuan (ilmiah).
c.
Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat
yang membicarakan tentang pengetahuan, yaitu tentang terjadinnya pengetahuan
dan kesahihan atau kebenaran pengetahuan.
d.
Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan
pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan.
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar