Suatu
hari...
Kali ini aku
akan menceritakan tentang orang lain. Aku akan bercerita tentang siapa itu
Imanuel Kant, dan apa yang beliau pikirkan tentang filsafat. Ayo..
“Immanuel Kant
dilahirkan pada 1724 di sebuah kota di Prusia Timur bernama Konisberg, putra
seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal disana praktis sepanjang hidupnya
hingga dia meninggal pada umur delapan puluh tahun. Keluarganya sangat saleh,
Kant
adalah filosof pertama yang sejauh ini kita ketahui pernah mengajarkan filsafat
diuniversitas. Dan dialah profesor dalam bidang filsafat. Tpi penting untuk
dicatat bahwa Kant mempunyai landasan kuat dalam tradisi filsafat masa lalu.
Dia akrab dengan rasionalismenya Descrater dan Spinoza serta empirisnya Locke,
Berkeley, dan Hume.
Ingatlah bahwa kamum rasionalis
percaya bahwa dasar dari seluruh pengetahuan manusia ada didalam pikiran. Dan
bahwa kaum empiris percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari
indra. Lagi pula, Hume telah mengemukakan bahwa ada batasan-batasan jelas
tentang kesimpulan-kesimpulan mana yang dapat kita ambil melalui persepsi indra
kita.
Dan siapa yang disetujui Kant? Dia
beranggapan bahwa kedua pandangan itu sama-sama benar separuhnya, tapi juga
sama-sama salah separuh. Pertanyaan yang dipikirkan oleh setiap orang adalah
apa yang dapat kita ketahui tentang dunia. Proyek filsafat ini telah
menyibukkan semua filosof sejak Descrates. Dan kemungkinan utama dikemukakan:
dubia itu persis seperti kita lihat, atau dunia itu seperti yang tampak dalam
pikiran kita.
Dan apa sesungguhnya pendapat Kant?
Kant berpendapat bahwa baik ‘indra’ maupun akal sama-sama memainkan peranan
dalam konsepsi kita mengenai dunia. Tapi dia beranggapan bahwa kum rasionalis
melangkah terlalu jauh dalam pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal
dapat memberikan sumbangan, dan dia juga beranggapan bahwa kaum empiris
memberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman indra.
Dalam titik tolaknya, Kant setuju
dengan Hume dan kaum empiris bahwa seluruh pengetahuan kita tentang dunia
berasal dari indra kita. Tapi—dan disinilah Kant mengulurkan tangannya kepada
kaum rasionalis—dalam akal kita juga terdapat faktor-faktor pasti yang
menentukan bagaimana kita memandang
dunia disekitar kita. Dengan kata lain, ada kondisi-kondisi tertentu dalam
pikiran manusia ynag ikut menentukan konsepsi kita tentang dunia.
Contohnya? Mari kita lakukan sebuah
percobaan kecil. Coba pakailah kacamata berlensa warna, disini kita misalkan
kacamata dengan lensa warna merah. Apa yang kamu lihat? Yang akan kamu lihat
adalah pemandangan semuanya akan sama seperti sebelum kamu memakai kacamata,
dengan semuanya berwarna merah.
Iti karena kacamata tersebut membatasi
cara kamu memandang realitas. Segala sesuatu yang kamu lihat adalah bagian
dunia disekelilingmu, tapi bagaimana
kamu melihatnya ditentukan oleh kacamata yang kamu pakai. Jadi kamu tidak dapat
mengatakan bahwa dunia itu merah meskipun kamu melihatnya demikian.
Dan, itulah tepatnya yang dimaksudkan
oleh Kant ketika dia mengatakan bahwa kondisi-kondisi tertentu mengatur cara
kerja pikiran dan memengaruhi cara memandang kita.
Kondisi macam apa? Apapun yang kita
lihat pertama-tama dan terutama akan dianggap sebagai fenomena dalam ‘waktu’
dan ‘ruang’ itu dua ‘bentuk intuisi’ kita. Dan dia menekankan bahwa kedua
‘bentuk’ ini dalam pikiran kita mendahului
setiap pengalaman. Dengan kata lain, kita dapat mengetahui sebelum kita mengalami sesuatu bahwa kita akan menganggapnya
sebagai fenomena dalam waktu dan ruang. Sebab kita tidak dapat melepaskan ‘kaca
mata’ akal.
Jadi dia beranggapan bahwa memandang
segala sesuatu dalam waktu dan ruang itu bawaan lahir? Ya, sedikit banyak. Apa yang kita lihat mungkin bergantung
pada apakah kita dibesarkan di India atau di Greendland, tapi apa pun kita,
kita memandang duia sebagai serangkaian proses dalam waktu dan ruang. Ini dapat
kita ketahui sebelum mengalaminya.
Tapi bukankah waktu dan ruang itu ada sebelum diri kita sendiri? Tidak.
Kant berpendapat bahwa waktu dan ruang termasuk pada kondisi manusia. Waktu dan
ruang pertama-tama dan terutama adalah cara pandang dan bukan atribut dunia
fisik. Itu adalah cara yang benar-benar baru dalam memandang segala sesuatu.
Sebab pikiran manusia bukanlah ‘lilin
pasif’ yang hanya menerima sensasi dari luar. Pikiran meninggalkan jejaknya
pada cara kita memahami dunia. Kamu dapat membandingkannya dengan apa yang
terjadi ketika kamu menuangkan air ke dalam sebuah kendi air. Bentuk air
mengikuti bentuk kendi tersebut. Begitu pula cara persepsi kita menyesuaikan
diri dengan ‘bentuk-bentuk intuisi kita’.
Kant menyatakan bahwa bukan hanya
pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu
sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran. Kant menyebut ini Revolusi Corpenicus dalam masalah
pengetahuan manusia. Dengan itu yang dimaksudkannya adalah bahwa itu sama baru
dan sama berbedanya dari pemikiran sebelumnya seperti ketika Copernicus
menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya.
Jadi, Kant dapat menyatakan bahwa kaum
rasionalis maupun kaum empiris sama-sama benar sampai titik tertentu. Kaum
rasionalis hampir melupakan makna penting pengalaman, dan kaum empiris telah
menutup mata mereka terhadap pengaruh pikiran terhadap cara kita memandang
dunia.
Dan bahkan hukum kausalitas—yang diyakini Hume tidak mungkin dialami
manusia—termasuk dalam pikiran. Kamu ingat bagaimana
Hume menyatakan bahwa kebiasaan sejalah yang membuat kita melihat adanya
hubungan kausal di balik semua proses ilmiah. Menurut Hume, kita tidak dapat menganggap bola billiard
hitam sebagai penyebab bergeraknya bola putih.
Oleh karena itu, kita tidak dapat membuktikan bahwa bola billiard hitam
akan selalu menggerakkan bola putih.
Tapi
justru hal yang dikatakan Hume tidak dapat kita buktikan adalah yang dianggap
oleh Kant sebagai atribut akal manusia. Hukum kausalitas itu kekal dan mutlak
sebab akal manusia menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai masalah sebab
dan akibat. Sekali lagi, aku mestinya beranggapan bahwa hukum kausalitas ada
pada dunia fisik itu sendiri, bukan di dalam pikiran kita.
Filsafat
Kant menyatakan bahwa itu melekat pada diri kita. Dia setuju dengan Hume bahwa
kita tidak dapat mengetahui secara pasti seperti apa dunia 'itu sendiri'. Kita
hanya dapat mengetahui bahwa dunia itu seperti yang tampak 'bagi ku' –atau bagi
semua orang. sumbangan terbesar yang
diberikan Kant kepada filsafat adalah garis pembatas yang ditariknya antara
benda-benda itu sendiri –das Ding an sich— dan benda-benda sebagaimana yang
tampak di mata kita.
Kant
mengemukakan perbedaan jelas antara 'benda itu sendiri' dan 'benda itu bagiku'.
Kita tidak pernah dapat mempunyai pengetahuan tentang benda-benda 'itu
sendiri'. Kita hanya dapat mengetahui bagaimana benda-benda itu 'tampak' bagi
kita. Sebaliknya, sebelum terjadinya pengalaman apa pun, kita dapat mengatakan
sesuatu tentang bagaimana benda benda itu akan ditangkap oleh pikiran manusia.
Wahh bersambung nih ka ^^
Masih
penasaran? Klik ini ya ka :D
yang gg sabar ke end nya klik ini ya ka
sumber: Novel dunia sophie
yang gg sabar ke end nya klik ini ya ka
sumber: Novel dunia sophie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar