Sumber
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai asal. Sebagai contoh,
sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan
demikian, sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, pengetahuan dan ilmu
pengetahuan tidak dibedakan karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat
sumber ilmu pengetahuan. Sumber utama ilmu pengetahuan sebagai berikut:
Dr.
Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu
dari mana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang
berbeda-beda sifat dasarnya. Karena.
Amsal
Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya, sumber pengetahuan
merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah yang berbeda,
Ia menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu emperisme, rasionalisme, intuisi, dan wahyu. Begitu juga dengan Jujun Surya Sumantri, Ia menyebutkan
empat sumber pengetahuan tersebut.
Sementara
John Hospers dalam bukunya yang berjudul An
Intruction to Filosofical Analysis, sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo
menyebutkan beberapa alat untuk memperoleh pengetahuan, antara lain pengalaman
indra, nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan keyakinan.
Sumber
ilmu pengetahuan secara detail dikemukakan oleh John Hospers dalam Kebung
(2011: 43−45) seperti berikut:
1. Pengalaman
indrawi atau sense-experince, ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
manusia dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan pemanfaatan alat indra
manusia. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada fakta-fakta indrawi manusia.
John Locke
(1632−1704) mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa pada awalnya
manusia tidak tahu apa-apa, seperti kertas putih yang belum ternoda. Pengalaman
indrawinya mengisi catatan harian jiwa hingga menjadi pengetahuan yang
sederhana sampai begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang cukup berarti.
Selain
John Locke, ada juga David Hume (1711−1776) yang mengatakan bahwa manusia sejak
lahirnya belum membawa pengetahuan apaapa. Manusia mendapatkan pengetahuan
melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan (impression), dan
pengertian atau ide (idea). Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari
pengalaman, seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar. Sementara ide
adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan merenungkan kembali
atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Gejala
alam menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan pancaindra
dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian,
seperti langit yang mendung dan biasanya diikuti oleh hujan, logam yang
dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini, akal hanya berfungsi sebagai
pengelola konsep gagasan indrawi dengan menyusun konsep tersebut atau
membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan
hubungan urutan-urutan peristiwa tersebut.
Dengan
kata lain, empirisme menjadikan pengalaman indrawi sebagai sumber pengetahuan.
Sesuatu yang tidak diamati dengan indra bukanlah pengetahuan yang benar.
Walaupun demikian, ternyata indra mempunyai beberapa kelemahan, antara lain
pertama, keterbatasan indra, seperti kasus semakin jauh objek, semakin kecil ia
penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil
atau kecil. Kedua, indra menipu. Penipuan indra terdapat pada orang yang sakit.
Misalnya, penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit, dan udara
yang panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu, seperti pada ilusi dan
fatamorgana. Keempat, objek dan indra yang menipu. Penglihatan kita kepada
kerbau atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat
adalah kepalanya, sedangkan ekornya tidak kelihatan dan kedua binatang itu
tidak bisa menunjukkan seluruh tubuhnya. Kelemahankelemahan pengalaman indra
sebagai sumber pengetahuan maka lahirlah sumber kedua, yaitu rasionalisme.
2. Penalaran
atau reasoning. Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran
manusia menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan cara mempertentangkan
pernyataan yang ada dengan pernyataan baru. Kebenaran dari hasil kontradiksi
keduanya merupakan ilmu pengetahuan baru.
Rene
Descartes (1596−1650) dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme tidak
menganggap pengalaman indra (empiris) sebagai sumber pengetahuan, tetapi akal
(rasio). Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya
akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indra dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi indra hanyalah sebagai perangsang agar akal berpikir dan
menemukan kebenaran/pengetahuan.
Akal
mengatur data-data yang dikirim oleh indra, mengolahnya dan menyusunnya hingga
menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini, akal menggunakan konsep
rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam
nyata dan bersifat universal serta merupakan abstraksi dari benda-benda
konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indra, akal
juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indra, yaitu pengetahuan yang
bersifat abstrak, seperti pengetahuan tentang hukum/aturan yang menanam jeruk
selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis, tetapi tidak empiris.
Meskipun
rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman indranya, rasionalisme
dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal.
Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang
dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial karena akal hanya
dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami
bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.
Kelemahan
yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga melahirkan
teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798−1857) dan Iammanuel
Kant (1724−1804). Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan
ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menurut paham ini, indra sangat penting untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, tetapi indra harus dipertajam dengan eksperimen yang menggunakan
ukuran pasti. Misalnya, panas diukur dengan derajat panas, berat diukur dengan
timbangan, dan jauh dengan meteran.
3. Otoritas
atau authority. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah kewibawaan kekuasaan
yang diakui oleh anggota kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
kebenarannya ini tidak perlu diuji lagi.
4. Intuisi
atau instuition. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan manusia
yang memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan kejiwaannya. Ilmu
pengetahuan yang bersumber dari intuisi tidak dapat dibuktikan secara nyata
merta melainkan melalui proses yang panjang dan tentu dengan memanfaatkan
intuisi manusia.
Kritik
paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme dilontarkan oleh Hendry
Bergson (1859−1941). Menurutnya bukan hanya indra yang terbatas, akalpun
mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indra dan akal hanya
dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek tersebut.
Dengan memahami keterbatasan indra, akal, serta objeknya, Bergson mengembangkan
suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi. Kemampuan inilah yang
dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap, dan menyeluruh. Untuk memperoleh
intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha melalui pemikiran dan
perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.
Lebih
lanjut, Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan bukan
pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis.
Intuisi dan analisis bisa bekerja sama dan saling membantu dalam menemukan
kebenaran. Namun, intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk
menyusun pengetahuan.
Salah satu
contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu? Pengertian adil
akan berbeda bergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa muncul dari si
terhukum, keluarga terhukum, hakim, dan dari jaksa. Adil mempunyai banyak
definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini, intuisilah yang dapat
mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.
5. Wahyu atau
revelation. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi melalui para nabi
dan utusan-Nya demi kepentingan umat. Dasar penerimaan kebenarannya adalah
kepercayaan terhadap sumber wahyu itu sendiri. Dari kepercayaan ini munculah
apa yang disebut dengan keyakinan.
Wahyu
sebagai sumber pengetahuan juga berkembang di kalangan agamawan. Wahyu adalah
pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para
nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi
karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.
Wahyu
Allah berisikan pengetahuan yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri,
alam semesta, dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan
tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhirat nanti.
Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat
dasar dari agama.
6. Keyakinan
atau faith. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sebuah keyakinan yang kuat.
Keyakinan yang telah berakar dalam diri manusia atas kebenaran wahyu Ilahi dan
pembawa berita Wahyu Ilahi tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak perlu diuji
kebenarannya. Penganutnya akan serta merta mempercayainya sebagai sebuah
keharusan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar