Pengetahuan yang diperoleh oleh
manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam
teori pengetahuan sebagai berikut.
a. Metode indukatif
Induksi yaitu suatu metode yang
menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum. Menurut suatu pandangan yang luas diterima,
ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bisa disebut
induktif bila bertolak dari pernyataanpernyataan tunggal, seperti gambaran
mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada
pernyataan-pernyataan universal.
David Hume (1711−1776) telah
membangkitkan pertanyaan mengenai induksi yang membingungkan para filsuf dari
zamannya sampai sekarang. Menurut Hume, pernyataan yang berdasarkan observasi
tunggal betapapun besar jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu
pernyataan umum yang tak terbatas.
Dalam induksi, setelah diperoleh
pengetahuan maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita
bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan
tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi akan mengembang. Dari contoh tersebut
bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang
tersebut juga dengan pengetahuan sintetik.
b. Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang
menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem
pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah
adanya perbandingan logis antara kesimpulankesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain
dan ada pengujian teori dengan jelas menerapkan secara empiris
kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Popper tidak pernah menganggap bahwa
kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari kebenaran
pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap bahwa
berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasikan, teori-teori dapat
dilakukan sebagai benar atau bahkan hanya mungkin benar, contoh: jika penawaran
besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, harga beras akan turun.
c. Metode positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Auguste
Comte (1798−1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang
ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui
secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian,
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang
gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran
manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada
tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa di balik segala sesuatu tersirat
pernyataan kehendak khusus.
Pada tahap metafisik, kekuatan
adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan
dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai
asal dari segala gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai
pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang
tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh
alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah
menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan
pengamatan dan penggunaan akal.
d. Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya
keterbatasan indra dan akal menusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek
yang dihasilkan pun akan berbedabeda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal
yang disebut dengan intuisi, pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa
diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Intuitif yaitu pengetahuan yang
datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran, Al-Ghazali menerangkan
bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan Allah secara langsung
merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat
intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk mencari
keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan.
e. Metode dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula
berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini
diajarkan oleh socrates. Namun Palto mengartikan diskusi logika. Kini
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan
ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran, tetapi
pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
Hegel menggunakan metode dialektis untuk
menjelaskan filsafatnya, lebih luas dari itu, menurut Hegel dalam realitas ini
berlangsung dialektika. Dan dialektika di sini berarti mengompromikan hal-hal
yang berlawanan seperti:
1) Diktator. Di sini manusia diatur
dengan baik, tetapi mereka tidak punya kebebasan (tesis).
2) Keadaan di atas menampilkan lawannya,
yaitu negara anarki (anti tesis) dan warga negara mempunyai kebebasan tanpa
batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
3) Tesis dan anti tesis ini disintetis,
yaitu negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga negara dibatasi oleh
undang-undang.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar