a. Pandangan Esensialisme dalam
Pendidikan
Kaum esensialis yakin ada beberapa keahlian yang
memberikan kontribusi terhadap kebaikan manusia, di antaranya membaca, menulis,
dan berhitung, serta tindakan sosial yang rasional.
Kompetensi tersebut
merupakan elemen yang sangat baik dan dibutuhkan dalam kurikulum pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar. Sementara pada jenjang pendidikan menengah
kurikulum terdiri dari sejarah, matematika, sains, bahasa, dan sastra. Setelah
menuntaskan pelajaran tersebut, maka siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial. Pendidikan merupakan persiapan
bagi warga masyarakat yang beradab. Sementara itu, disiplin, keterampilan, seni
dan sains memerlukan pengaturan yang tepat. Oleh karena itu, bagi esensialis
diperlukan guru yang dewasa, memahamai pelajaran, dan mampu menstranformasikan
pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan kepada siswa.
b. Pandangan tentang Belajar
Menurut idealisme, seseorang belajar
pada taraf permulaan adalah untuk memahami aku-nya sendiri, dan sang aku ini
terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif, bergerak dari mikrokosmos
menuju ke makrokosmos.
Sepaham dengan filsafat realisme,
kaum esensialis mengatakan bahwa belajar merupakan pengalaman yang tidak dapat
dihalang-halangi, bahkan harus ada dalam diri setiap manusia. Belajar dimulai
dari hal-hal yang sederhana meningkat terus sampai mencapai ke tingkatan yang
rumit (tinggi). Belajar memerlukan ketekunan dan sistem yang terjalin erat satu
sama lain sehingga diperoleh pengetahuan yang utuh dan sistemik. Belajar
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada dirinya sendiri sebagai
substansi spiritual. Jiwa manusia membina dan menciptakan diri sendiri.
Robert L. Finney (via Jalaluddin
& Abdullah Idi, 1997: 88) mengatakan bahwa mental adalah keadaan rohani
yang pasif, yang menerima apa saja yang telah tertentu dan diatur oleh alam.
Belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial
dari generasi ke generasi untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada
generasi berikutnya. Dengan demikian ada dua determinasi dalam kehidupan, yaitu
determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
Determinasi mutlak bermakna bahwa
belajar adalah suatu pengalaman manusia yang tidak dapat dihalang-halangi adanya,
jadi harus ada. Dengan belajar, manusia membentuk dunia ini. Pengenalan ini
memerlukan pula proses penyesuaian supaya tercipta suasana hidup yang harmonis.
Determinasi
terbatas berarti bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausal di dunia
ini (sebab-akibat) yang tidak mungkin dapat dikuasai sepenuhnya oleh manusia,
tetapi kemampuan pengawasan tetap diperlukan untuk dapat hidup dengan harmonis
tersebut (Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 88).
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar