Kegiatan dalam pendidikan harus
disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Kegiatan anak didik tidak
dikekang asalkan sejalan dengan fundamen yang telah ditentukan.
Kurikulum seperti balok-balok yang
disusun teratur dari yang paling sederhana ke yang kompleks seperti susunan
alam semesta. Kurikulum tidak terpisah satu sama lain dan diumpamakan sebagai
sebuah rumah yang mempunyai empat bagian berikut ini.
1) Universum: pengetahuan tentang
kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lainlain. Basisnya adalah ilmu alam.
2) Sivilisasi: Karya yang dihasilkan
manusia sebagai akibat hidup bermasyarakat. Dengan sivilisasi, manusia dapat
mengawasi lingkungannya, memenuhi kebutuhannya dan hidup aman sejahtera.
3) Kebudayaan: Karya manusia yang
mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan
penilai mengenai lingkungan.
4) Kepribadian: untuk membentuk
kepribadian peserta didik yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal.
Faktor fisik, emosi, intelektual sebagai keseluruhan dapat berkembang harmonis
dan organis sesuai dengan konsep manusia ideal.
Secara umum kurikulum yang dianjurkan
oleh para esensialis sebagai berikut.
1) Kurikulum dasar yang seharusnya
menitikberatkan pada keterampilan dasar yang memberikan konstribusi pada
peningkatan melek huruf,
2) Kurikulum menengah yang seharusnya
terdiri dari pelajaran dasar termasuksejarah, matematika, sains, sastra, dan
bahasa,
3) Disiplin tinggi yang merupakan
pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi sekolah dimana proses pembelajaran
terjadi,
4) Menghargai pemegang kekuasaan yang
sah baik di sekolah maupun di masyarakat, sebuah tindakan yang bernilai yang
harus ditanamkan dalam diri siswa, dan
5) Belajar keterampilan merupakan
pelajaran yang membutuhkan ketuntasan (Gutek, 1974: 87).
Salah seorang tokoh esensialis dari Amerika Serikat
adalah Robert Ulich. Ia mengatakan bahwa kurikulum dapat saja fleksibel, tetapi
tidak untuk pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Oleh karena itu, perlu
perencanaan kurikulum dengan seksama. Sementara Butler mengatakan bahwa anak
perlu dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci (Injil), sedangkan
Demihkevich mengatakan bahwa kurikulum harus berisikan moralitas yang tinggi
(Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 89).
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar