Aliran progresivisme lahir di Amerika
Serikat sekitar tahun 1870. Para reformis yang menamakan diri kaum progressive
menentang sistem pendidikan tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin
ketat, dan membuat peserta didik menjadi pasif.
Gerakan pembaharuan yang sudah
ada sejak akhir abad 19 itu mendapatkan angin baru pada abad 20 dengan
munculnya aliran filsafat Pragmatisme. John Dewey berusaha menjalin pendidikan
progresif dengan filsafat Pragmatisme (Sudarminta, 1994: 44). Selaras dengan
pandangan kaum Pragmatis yang menyatakan bahwa realitas itu terus menerus
berubah. Pendidikan bagi kaum progressive merupakan proses penggalian
pengalaman terus-menerus.
Pendidik haruslah senantiasa siap
sedia mengubah metode dan kebijakan perencanaan pembelajaran yang dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan lingkungan. Inti
pendidikan tidak terletak dalam usaha penyesuaian dengan masyarakat atau dunia
luar sekolah, dan juga tidak terletak dalam usaha untuk menyesuaikan dengan
standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang abadi. Akan tetapi pendidikan merupakan
usaha terus menerus merekostruksi (menyusun ulang) pengalaman hidup.
Pendidikan merupakan tafsiran
terhadap rangkaian pengalaman sedemikian rupa sehingga seseorang dapat
mengertinya dengan lebih jelas dan dalam perspektif yang lebih benar. Bertambahnya
pengalaman bermakna tentang masa lalu dan masa sekarang memungkinkan seseorang
untuk lebih tepat mengarahkan diri pada jalan menuju pengalaman mendatang,
sehingga seseorang tidak hanya mengikuti arus, tetapi dapat menentukan jalannya
sejarah (Sudarminta, 1994:50). Pengalaman memiliki makna substansial dalam
pengalaman belajar. Pengalaman yang dimaksud tidak sembarang pengalaman, tetapi
sebuah pengalaman bermakna yang dialami oleh seseorang.
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar