Dari bentuk kebutuhan dan pelayanan
diatas maka muncullah istilah tempat yang sentral (Central Place Theory), yaitu suatu lokasi yang senantiasa melayani
berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu tempat yang terpusat
(sentral). Tempat ini memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya sangat
besar baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi
konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya.
Keterangan:
a. Titik A, B, C, ... adalah tempat
-tempat yang sentral
b. Daerah-daerah segi enam
merupakan Wilayah yang secara maksimum terlayani oleh tempat yang sentral. Gambar:
Skema tempat yang sentral.
Tempat yang sentral ini dalam
kenyataannya dapat berupa kota-kota besar, pusat perbelanjaan atau mall,
supermarket, pasar, rumah sakit, sekolah,
kampus-kampus perguruan tinggi, ibukota provinsi, kota kabupaten, dan sebagainya.
Masing-masing tempat yang sentral
tersebut memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal
disekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi
akan menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, sementara kota
kabupaten menjadi daya tarik bagi penduduk dari daerah kota-kota kecamatan, dan
kota kecamatan menjadi daya tarik bagi penduduk daerah sekitarnya. Demikian
pula halnya dengan pusat perbelanjaan, rumah sakit, maupun pusat pendidikan.
Sehingga nampak terdapat tingkatan (hirarki) tempat yang sentral.
Gambar: Hirarki kota sebagai tempat
yang sentral dan pengaruh yang berbeda.
Selain hirarki berdasarkan besar
kecilnya wilayah atau pusat-pusat pelayanan seperti telah dikemukakan diatas,
hirarki tempat yang sentral digunakan pula dalam merencanakan lokasi kegiatan
seperti pusat perniagaan atau pasar, sekolah, pusat rekreasi, dan lainnya.
Tempat yang sentral dan daerah yang
dipengaruhi (komplementer), pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu hirarki 3 (K=7). Adapun secara rinci dapat diartikan sebagai berikut:
a. Hirarki K= 3, yaitu merupakan
pusat pelayanan berupa pasar yang selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya,
sering disebut Kasus Pasar Optimal. Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya
sendiri, juga mempengaruhi wilayah sepertiga bagian dari masing-masing
wilayahnya.
b. hirarki K= 4, yaitu wilayah ini
dan daerah sekitarnya yang terpenuhi memberikan kemungkinan jalur lalu lintas
yang paling efesien. Tempat sentral disebut pula situasi lalulintas yang optimum. Situasi lalu lintas yang optimum ini
memiliki pengaruh setengah bagian dari masing-masing wilayah tetangganya/
c. Hirarki K= 7, yaitu wilayah ini selain mempengaruhi
wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian (satu bagian)
maarif-masing wilayah tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi
administratif yang optimum. Situasi administratif yang dimaksud dapat berupa
kota pusat pemerintahan.
Pengaruh tempat yang sentral dapat
diukur berdasarkna hierarki tertentu, dan bergantung pada luasan heksagonal
yang dilingkupinya. beberapa gambaran bentuk-bentuk hierarki tempat yang
sentral dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
a. Hierarki
tempat yang sentral dengan K=1 dan kawasan pengaruhnya.
b. Hierarki
tempat yang sentral dengan K=3 dan kawasan pengaruhnya.
c. Hierarki
tempat yang sentral dengan K=4
d. Hierarki
tempat yang sentral dengan K=7
1. Teori Kutub
Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan (Groeth Poles Theory) disebut juga
sebagai teori pusat pertumbuhan (Groth
Centres Theory). Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955. Dalam
teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah dimanapun adanya
bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi muncul
ditempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda.
Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi
pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat yang lebih rendah.
Sejak setelah Perang Dunia Kedua
(PD II) banyak negara-negara yang terlibat perang mengalami kemunduran ekonomi.
Untuk membangun kembali negara dikembangkan konsep pembangunan wilayah atau
kota yang disebut spread & trickling
down (penjarahan dan penetasan) serta backwash
& polarization. Konsep tersebut berasal dari pengembangan industri
untuk meningkatkan pendapatan nasional kasar (Gros National Product= GNP). Konsep ini bertujuan untuk
meningkatkan investasi pada suatu kota tertentu yang diharapkan selanjutnya
meningkatkan aktivitas kota sehingga akakn semakin banyak lagi melibatkan
penduduk dan pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang dibutuhkan.
Namun demikian konsep ini kurang meunjukkan keberhasilan yang berarti. Karena
cukup banyak kasus justru hanya menguntungkan kota. Kota yang diharapkan
tadinya memberikan pengaruh kuat pula pada pedesaan untuk ikut berkembang
bersama, kenyataannya pedesaan sering dirugikan, sehingga terjadi malah
meningkatnya arus urbanisasu dari desa ke kota dan memindahkan kemiskinan dari
desa ke kota.
2. Potensi
Daerah Setempat
Teori pusat pertumbuhan lainnya
juga dikenal “Potential Model”.
Konsepnya adalah bahwa setiap daerah memiliki potensi untuk dikembangkan, baik
alam maupun manusianya. Sumber daya seperti kuas lahan yang terdapat disuatu
daerah meruoakan potensi untuk dikembangkan misalnya untuk pertanian,
perternakan, perikanan, pertambangan, rekreasi atau wisata dan usaha-usaha
lainnya.
Mengingat setiao daerah memiliki potensi
yang berbeda-beda, maka corak pengembangan potensi daerah itupun berbeda-beda
pula. Misalnya suatu daerah yang awalnya dikembangkan sebagai daerah pertanian
tentunya akan menunjukkan pola yang berbeda dengan suatu daerah yang
dikembangkan sebagai daerah perindustrian atau lainnya. Hal tersebut dapat anda
identifikasi seperti dari aspek tata guna lahan maupun kegiatan ekonomi
penduduknya.
3. Konsep Agropolitan
Konsep pusat pertumbuhan lainnya
adalah yang diperkenalkan oleh Friedman (1975). Menurut konsep ini, perlunya
mengusahan pedesaan untuk lebih terbuka dalam pembangunan sehingga diharapkan
terjadi beberapa “ kota” di pedesaan atau didaerah pertanian (agropolis).
Melalui pengembangan ini diharapkan penduduk dipedesaan mengalami meningkat
pendapatannya serta memperoleh berbagai fasilitas atau prasarana sosial ekonomi
yang dapat dijangkau oleh penduduk pedesaan tersebut. Dengan demikian mereka
mempunyai kesempatan yang sama pula meningkatkan kesejahteraannya sebagaimana
yang dialami oleh penduduk perkotaan. Hal tersebut akan sangat berdampak baik
terutama dalam mencegah terjadinya migrasi atau urbanisasi yang besar-besaran
ke kota yang sering membawa dampak negatif bagi pembangunan dikota pula.
4. Pusat-pusat
Pertumbuhan di Indonesia
Penerapan penempatan pusat-pusat
pertumbuhan yang dilaksanakan oleh Indonesia pada prinsipnya adalah
menggabungkan beberapa teori atau konsep diatas. Pembangunan di Indonesia dipusatkan
di wilayah-wilayah tertentu yang diperkirakan sebagai pusat pertumbuhan yang
diperkirakan sebagai kawasan sentral yang mampu menarik daerah-daerah
disekitarnya. Kawasan sentral yang menjadi pusat pertumbuhan tersebut
diharapkan dapat mengalirkan proses pembangunan ke wilayah-wilayah sekitarnya,
sehingga pemerataan pembangunan dapat terjadi ke seluruh pelosok wilayah negeri
secara menyeluruh.
Pada REPELITA II tahun 1974-1978,
sistem pembangunan Indonesia telah dicanangkan. Pembangunan nasional dilaksanakan
melalui sistem regionalisasi atau perwilyahan, dengan kota-kota utama sebagai
kutub atau pusat pertumbuhan. Kota-kota sebagai pusat pertumbuhan nasional ini
adalah Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makasar. Bersamaan dengan pengembangan
kota-kota pusat pertumbuhan nasional, wilayah pembangunan utama di Indonesia
dibagi menjadi 4 region utama yaitu:
a. Wilayah
Pembangunan Utama A, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Kota Medan terdiri
atas:
1) Wilayah
Pembangunan I, meliputi daerah-daerah Aceh dan Sumatera Utara.
2) Wilayah
Pembanguan II, meliputi daerah-daerah di Sumbar dan Riau, dengan pusatnya
Pekanbaru.
b. Wilayah
Pembangunan Utama B, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Jakarta. Wilayah ini
terdiri atas :
1) Wilayah
Pembangunan III, meliputi daerah-daerah Jambi, Sumsel, dan Bengkulu, dengan
pusatnya di Palembang.
2) Wilayah
Pembangunan IV, meliputi daerah=daerah Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengan, dan DI Yogyakarta yang pusatnya di Jakarta.
3) Wilayah
Pembangunan VI, meliputi daerah-daerah diKalbar, ayng pusatnya di Pontianak.
c. Wilayah
Pembangunan Utama C, dengan pusat pertumbuhannya utama adalah Surabaya, wilayah
ini terdiri atas:
1) Wilayah
Pembangunan V, Meliputi daerah-daerah di Jawa Timur, dan Bali yang pusatnya di
Surbaya.
2) Wilayah
Pembangunan VII, meliputi daerah-daerah Kalteng, kaltim, dan Kalsel yang
pusatnya di Balikpapan dan Samarinda.
d. Wilayah
Pembangunan Utama D, dengan pusat pertumbuhan utama adaalah Ujung Makasar,
wilayah ini terdiri atas:
1) Wilayah
Pembangunan VIII, meliputi daerah-daerah di NTB, NTT, Sulsel, Sulteng, yang
pusatnya di Makasar.
2) Wilayah
Pembangunan IX, meliputi daerah-daerah Sulut, Sulteng, yang pusatnya di Manado.
3) Wilayang
Pembangunan X, meliputi daerah-daerah Maluku (termasuk Maluku Utara dan Irian
Jaya (Papua) yang pusatnya di Kota Sorong.
Wilayah pembangunan diatas
selanjutnya dikembangkan lagi menjadi wilayah pembangunan yang lebih kecil lagi
yaitu tingkat daerah pada provinsi. Contohnya Jawa Barat dibagi menjadi 6 wilayah pembangunan daerah, sebagai berikut:
1) Wilayah Pembangunan JABODETABEK
(termasuk sebagian kecil wilayah kabupaten Sukabumi). Pada wilayah ini
dikembangkan berbagai aktivitas industri yang tidak tertampung di Jakarta.
2) Wilayah Pembangunan Bandung
Raya. Wilayah ini dikembangkan pusat aktivitas pemerintahan daerah, pendidikan
tinggi, perdagangan daerah, industri tekstil. Untuk konservasi tanah dan
rehabilitasi lahan kritis di pusatkan di wilayah-wilayah kabupaten Garit,
Cianjur, Bandunga, dan Sumedang.
3) Wilayah Pembangunan Periangan
Timur. Wilayah ini meliputi daerah kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis.
4) Wilayah Pembangunan Karawang.
Wilayah ini dikembangkan sebagai produksi pangan (beras/padi) dan palawija.
Meliputi pula daerah-daerah dataran rendah Pantai Utara (Pantura) seperti
Purwakarta, Subang, dan Karawang. Pusatnya adalah Kota Karawang.
5) Wilayah Pembangunan Cirebon dan
sekitarnya. Wilayah ini dikembangkan sebagai pusat industri pengolahan bahan
agraris, industri, petrokimia, pupuk, dan semen. Untuk keperluan tersebut,
pelabuhan Cirebon ditingkatkan fungsinya untuk menampung kelebihan arus keluar
masuk batang dari pelabuhan Tanjung Priok.
6) Wilayah Pembangunan Banten.
Wilayah ini berpusat dikota Serang dan Cilegon, terdiri atas 4 zone yaitu
Bagian Utara diutamakan untuk perluasan dan intensifikasi arak persawahan
teknis, selatan untuk wilayah perkebunan dan tanaman buah-buahan, wilayah
Takluk Lada diperuntukkan bagi intensifikasi usaha pertanian, dan daerah
sekitar Cilegon dikembangkan sebagai pusat industri baja (besi baja).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar