Secara garis besar anak
tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan
emosi.
Sehubungan dengan itu, William M.C (1975) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial:
a. The Semi-sosialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat
mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya:
keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang
menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan
norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada
suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
b. Children arrested at a primitive level of sosialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya,
berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak
pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan telantar dari
pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan
perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja.
Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang
ramah.
c. Children with minimum sosialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama
sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan
atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada
golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
2. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
a. neurotic behavior,
anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka
mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan
mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka
melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat
dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap
keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh
pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar
yang berat.
b. children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang
paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah
menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta
tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh
gangguan pada sistem syaraf sebagai
akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan
Penggolongan
anak
tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan
kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
1. Menurut jenis gangguan atau hambatan
a.
Gangguan
Emosi
Anak
tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara
umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekan dan
merasa cemas gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam
dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
·
Gentar,
yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya
ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
·
Takut,
yaitu reaksi kurang senang terhadap macam benda, makhluk, keadaan atau waktu
tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan
sebagainya.
·
Gugup
nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan
pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh
sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan
hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau
mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut,
mencabuti atau mencakar rambut. Demikian pula gerakan-gerakan seperti
menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan
sebagainya.
·
Sikap
iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh
keuntungan dan kebahagiaan.
·
Perusak,
yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak
berfungsi.
·
Malu,
yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka
kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
·
Rendah
diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena
perasaan tertekan.
b.
Gangguan
Sosial
Anak
ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka
tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala
perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, berbicara kasar,
menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain,
berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama
sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain. Beberapa data
tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
•
Mereka
datang dari keluarga pecah (broken home)
atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
·
Biasa
dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
·
Anak
yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara
kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
·
Anak
berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran
sekolah.
·
Pengaruh
dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
·
Dari
keluarga miskin.
·
Dari
keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya
bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak
delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu
bagian anak tunalaras dengan gangguan karena sosial perbuatannya menimbulkan
kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya
termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya,
membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
2. Klasifikasi berat ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat
dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
a. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi
memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative
semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
b.
Frekuensi tindakan,
artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan
terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
c.
Berat ringannya
pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
d.
Tempat/situasi
kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat
sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
e.
Mudah sukarnya
dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat
mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan
“keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
f.
Tunggal atau ganda
ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan
lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya. Maka kriteria
ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk
dipisah dalam pendidikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar