Epistemologi adalah
cabang filsafat yang disebut juga teori mengetahui dan pengetahuan.
Epistemologi sangat penting bagi para pendidik. Akinpelu (1988: 11) mengatakan
bahwa area kajian epistemologi ada relevansinya dengan pendidikan, khususnya
untuk kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas. Pencarian akan pengetahuan dan kebenaran adalah tugas
utama baik dalam bidang filsafat/epistemologi maupun pendidikan.
Sebagaimana
dinyatakan oleh Dewey, hanya saja antara epistemologi dan pendidikan terdapat
perbedaan dalam hal prosesnya. Pendidikan sebagai proses memusatkan
perhatiannya pada penanaman pengetahuan oleh guru dan perolehannya oleh peserta
didik, sedangkan epistemologi menggali lebih dalam sampai pada akarnya
pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam epistemologi seperti: Apa
yang dimaksud dengan pengetahuan itu sendiri? Apa artinya mengetahui sesuatu?
Apa sumber pengetahuan? bagaimana kita dapat mempertahankan pendapat bahwa kita
mengetahui ketika kita mengklaim bahwa kita mengetahui? Apakah kita mengetahui
dengan cara yang sama dalam semua mata pelajaran yang terdapat di dalam
kurikulum? Jika tidak, jenis pengetahuan apakah yang mungkin? Jenis pengetahuan
mana yang sangat berharga bagi kita?
Guru-guru di dalam
kelas memberikan berbagai jenis pengetahuan sesuai dengan disiplin ilmunya
masing-masing. Akan baik bagi seorang guru mengetahui berbagai jenis
pengetahuan yang diberikannya, apa sumber pengetahuan tersebut, dan bagaimana
tingkat kepercayaan kita pada pengetahuan tersebut. Penting dan menjadi
keharusan bagi guru untuk mengetahui jenis pengetahuan dalam disiplin ilmunya
yang diberikan kepada murid-muridnya. Hal ini akan membantu guru untuk
menyeleksi bahan ajar dan penekanannya pada materi tertentu dalam mengajar
(Akinpelu, 1988: 12).
Epistemologi membahas konsep dasar dan sangat
umum dari proses mengetahui, sehingga erat kaitannya dengan metode pengajaran
dan pembelajaran. Sebagai contoh, seorang yang berpaham idealisme berpegang
pada keyakinan bahwa proses mengetahui atau proses kognitif sesungguhnya adalah
proses memanggil kembali ide-ide yang telah ada dan bersifat laten dalam
pikiran manusia. Metode pembelajaran yang tepat adalah dialog Socrates. Dengan
metode ini, guru berusaha menstimulasi atau membawa ide-ide laten ke dalam
kesadaran subjek didik dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada munculnya ide-ide tersebut dalam dialog.
Kaum realis
berpandangan bahwa pengetahuan berasal dalam sensasi inderawi yang objeknya terdapat
atau merupakan bagian dari lingkungan hidup manusia. Dari sensasi inilah
kemudian muncul konsep-konsep dalam diri manusia. Melalui proses abstraksi data
sensoris, seseorang membangun konsep yang berkesesuaian dengan objek-objek
dalam kenyataan. Seorang guru dari paham realis yang mendasarkan metode
pengajarannya pada formula abstraksi sensari inderawi dapat mengembangkan
serangkaian metode demonstrasi kelas untuk menjelaskan fenomena alamiah kepada
subjek didik.
Sebaliknya, bagi
kaum pragmatis yang berpegang pada filsafat bahwa manusia dapat menciptakan
pengetahuan dengan bertindak dan saling-tindak dengan lingkungannya dalam
sebuah rangkaian episode pemecahan masalah (problem solving) sehingga metode
pemecahan masalah dipandang sebagai metode yang memadai dalam pembelajaran
menurut pandangan kaum pragmatis (Gutek, 1988: 3).
Dalam kaitannya
dengan pendidikan, Kneller (1971: 18-19) mengatakan bahwa dipandang dari sudut
pandang guru, satu hal yang sangat jelas dan penting dalam kajian epistemologi
adalah adanya jenis-jenis pengetahuan yang berbeda. Jenis-jenis pengetahuan
tersebut adalah pengetahuan wahyu, pengetahuan intuitif (intuisi), pengetahuan
rasional, pengetahuan empiris, pengetahuan otoritatif.
Pengetahuan wahyu
adalah pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan kekuasaan-Nya
Tuhan mengilhamkan orang-orang tertentu untuk menuliskan kebenaran yang
diwahyukan kepadanya, sehingga kebenaran wahyu tersebut dapat diketahui oleh
semua manusia. Bagi orang Kristen dan Yahudi, firman Tuhan terdapat dalam kitab
Perjanjian, sedangkan bagi kaum Muslim, Al-Qur‟an menjadi kitab sucinya.
Orang-orang Hindu memiliki kitab suci berupa Bhagui avad-Gita dan Upanishad.
Oleh karena wahyu itu adalah firman Tuhan, maka benar selamanya. Jika tidak
benar, maka dapat berarti Tuhan tidak benar-benar mengetahui sehingga tidak
layak Ia disebut Tuhan.
Pengetahuan
intuitif merupakan pengetahuan yang bersifat pribadi. Seseorang menemukan
pengetahuan tersebut dari dalam dirinya sendiri berupa insight. Intuisi atau
insight adalah pengetahuan yang tiba-tiba muncul dalam kesadaran berupa ide
atau kesimpulan yang dihasilkan dari proses panjang bekerjanya pikiran bawah
sadar. Seseorang merasa yakin akan intuisinya, karena tanpa sadar sebenarnya ia
telah berpikir keras dalam waktu yang lama sehingga tertanam dalam pencarian
panjang untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Intuisi muncul tiba-tiba
sebagai hasil dari pencarian yang menyenangkan. Intuisi memberikan rasa
kekuatan mental yang optimal. Intuisi adalah pengetahuan yang diakui dan
diterima sebagai pengalaman pribadi atau berdasar pada kekuatan visi imajinatif
seseorang yang mengusulkannya. Kebenaran yang termuat di dalam hasil karya seni
adalah salah satu bentuk dari pengetahuan intuitif (Kneller, 1971: 20).
Pengetahuan
rasional diperoleh dengan cara bekerjanya akal tanpa dibarengi dengan observasi
terhadap kenyataan aktual. Dasar-dasar logika formal dan matematika murni
adalah paradigma pengetahuan rasional. Kebenarannya dapat ditunjukkan dengan
penalaran abstrak semata. Dasar-dasar pengetahuan rasional dapat diterapkan
dalam pengalaman inderawi, tetapi tidak dapat dideduksikan darinya. Tidak
seperti kebenaran intuitif, pengetahuan rasional bersifat valid secara
universal dan tanpa memperhatikan perasaan subjek yang mengetahui. Walaupun
demikian, ada perdebatan mengenai seberapa jauh sebenarnya pengetahuan rasional
itu valid secara universal atau hanya sekedar terlihat valid? Semua orang pada
dasarnya terikat secara kultural dan mungkin saja pengetahuan rasional itu hanya
valid untuk orang-orang tertentu saja yaitu orang-orang yang menggunakan
bahasa-bahasa di Eropa dan berpikir dengan kategori mental yang sesuai dengan
kaidah bahasa-bahasa Eropa itu sendiri. Ada salah satu satu paham yang
mengatakan bahwa dasar-dasar matematika murni bersumber dari intuisi dasar
mengenai keberurutan (Kneller, 1971: 21).
Pengetahuan empiris
adalah jenis pengetahuan yang sesuai dengan buktibukti inderawi. Dengan
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan pengecapan, manusia membentuk
pengetahuan mengenai dunia di sekitar kita. Dengan demikian, pengetahuan
empiris terdiri dari ide-ide yang dibentuk dalam kesesuaiannya dengan fakta
yang diamati atau diindera. Paradigma pengetahuan empiris adalah ilmu alam
modern. Hipotesis ilmiah diuji melalui observasi atau melalui pengalaman untuk
mencari apakah hipotesis yang dikemukakan terbukti sangat memuaskan bagi
sederet fenomena tertentu. Walaupun demikian, sebuah hipotesis tidak pernah
terbukti atau tidak terbukti sama sekali. Hipotesis yang terbukti atau tidak
terbukti itu hanya merupakan probabilitas. Probabilitas empiris hanya dapat
mencapai kedekatan dengan kepastian, tetapi tidak pernah benarbenar dapat
meraih kepastian yang sesungguhnya. Alasannya adalah bahwa manusia tidak pernah
dapat memastikan apakah masa depan akan sama dengan masa lalu, dan oleh karena
itu manusia tidak pernah dapat secara mutlak meyakini bahwa fenomena yang ada
saat ini akan sama persis dengan fenomena pada masa depan. Juga perlu dicatat
bahwa indera manusia itu dapat menyesatkan sebagaimana sebuah tongkat menjadi
bengkok ketika dimasukkan ke air (Kneller, 1971: 22).
Pengetahuan
otoritatif yaitu pengetahuan yang diakui kebenarannya berdasarkan jaminan
otoritas orang yang menguasai bidangnya. Seseorang menerima pengetahuan begitu
saja tanpa merasa perlu untuk mengujinya dengan fakta karena pengetahuan
tersebut telah tersedia di dalam ensiklopedia dan bukubuku yang ditulis oleh
ahlinya. Dunia terlalu luas bila seseorang harus menguji kebenaran semua
peristiwa secara pribadi. Jadi, pengetahuan otoritatif adalah pengetahuan yang
sudah terbentuk dan diterima secara luas berdasarkan otoritas seseorang di
dalam bidang masing-masing. (Kneller, 1971: 22-23).
Jadi, dapat diketahui bahwa dalam
kegiatan pendidikan sangat erat dengan epistemologi karena pendidikan selalu
berkaitan dengan pemberian pengetahuan oleh pendidik, dan penerimaannya, serta
pengembangannya oleh peserta didik. Dalam setiap pengetahuan yang disampaikan
oleh guru dengan berbagai disiplin ilmu masing-masing terdapat dasar
epistemologinya sendiri-sendiri.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Sumber:
Rukiyati dan Andriani Purwastuti, L. 2015. Mengenal
Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar