Progresivisme memang menolak
metafisika, tetapi mereka sangat vokal mengenai epistemologi. Epsitemologi
ditempatkan sebagai pusat dari filsafatnya (Akinpelu, 1988: 144). Mereka
meyakini bahwa pengetahuan tidak ada artinya tanpa pengalaman manusia yang
terus berproses dan disempurnakan.
Oleh karena manusia hidup dan berinteraksi
dengan makhluk lainnya, baik yang hidup maupun yang tidak, dalam suatu
lingkungan hidup, manusia tidak dapat mengelak bahwa ia memperoleh berbagai
pengalaman sebagai hasil dari interaksinya tersebut. Manusia memperoleh
pengalaman karena ia mencoba untuk mengatasi dan menyelesaikan
masalah-masalahnya yang muncul seiring dengan proses kehidupan itu sendiri.
Pengalaman itu terbentuk dalam interaksi yang aktif maupun yang pasif. Jika
lingkungannya memunculkan masalah, maka manusia terkena dampaknya; itulah yang
disebut unsur pasif.
Selanjutnya, manusia mengambil
langkah-langkah aktif untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru yang
diciptakan oleh lingkungannya, atau ia memodifikasi dan mengubahnya. Manusia
juga menanggung konsekusensi tertentu yang mungkin muncul dari langkah-langkah
yang diambil terhadap lingkungan hidupnya. Dewey (via Akinpelu, 1988: 144)
mengatakan:
“When we experience something, we act
upon it, we do something with it; then we suffer or undergo the consequences.
We do something to the thing and the thing does something to us in return”.
Pengetahuan adalah produk dari
interaksi organisme dan lingkungannya. Pengalaman dikumpulkan dari kehidupan
sosial, diproses oleh kecerdasan manusiam dan diterapkan untuk menyelesaikan
masalah hidupnya. Kecerdasan atau intelegensi bukanlah sesuatu yang abstrak;
bukan substansi yang ada di kepala manusia, juga bukan bagian dari otak
manusia; melainkan hanyalah suatu kualitas berpikir yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah kehidupan secara efektif. Dengan kata lain, intelegensi atau kecerdasan
adalah cara kita, manusia mendekati masalahnya untuk diselesaikan. Manusia
memiliki intelegensi adalah ketika dia mampu mengatasi masalahnya dengan
cara-cara ilmiah. Orang yang cerdas adalah orang yang dapat berpikir dan
menggunakan cara-cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah hidup yang
menghadangnya. Itulah artinya bahwa manusia dapat menggunakan Metode Berpikir
Reflektif (Method of Reflective Thinking) dalam keseharian hidupnya. Metode
berpikir reflektif disebut juga oleh Dewey (via Akinpelu, 1988:145) sebagai
Metode Penyelesaian Masalah (Problem Solving Method).
Selain pengalaman, kebenaran adalah
aspek lain yang menjadi perhatian para kaum progressif (Akinpelu, 1988: 146).
Kebenaran adalah ide yang dapat diuji, diverifikasi dan terbukti efektif untuk
menyelesaikan masalah. Kebenaran ialah kemampuan suatu ide untuk memecahkan
masalah. Kebenaran adalah konsekuen dari suatu ide, realita pengetahuan, dan
daya guna di dalam hidup. Sebuah ide dapat dikatakan benar apabila dapat
dilaksanakan dan berguna.
Kebenaran itu juga merupakan konsep sosial. Jika
sekelompok orang mempunyai ide atau opini dan kemudian opini tersebut ditelaah
oleh orang yang kompeten di bidangnya dan dinyatakan atau diakui benar menurut
mayoritas kelompok manusia tersebut, maka opini tersebut benar.
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar