Kurikulum bersifat fleksibel, tidak
kaku, bisa diubah sesuai dg kehendak zaman, terbuka dan tidak terikat oleh
doktrin tertentu sehingga dapat dievaluasi dan direvisi sesuai kebutuhan. Kurikulum
lebih difokuskan pada proses daripada isi.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman
manusia. Pengalaman diperoleh karena manusia terus belajar dan beradaptasi
dengan lingkungannya.
Mata pelajaran tidak terpisah
melainkan harus terintegrasi dalam satu kesatuan dengan tipe Core curriculum. Mata pelajaran yang
terintegrasi akan menjadi aspek kognitif, afektif dan psikomotor sehingga anak
akan dapat berkembang dengan baik. Praktik belajar di laboratorium, bengkel,
kebun, lapangan merupakan kegiatan belajar yang dianjurkan sesuai dengan
prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing).
Metode belajar yang diutamakan adalah
problem solving dengan langkahlangkah seperti metode ilmiah. Lima langkah
proses pemikiran reflektif sebagaimana berikut.
1) Ada masalah.
2) Diagnosa situasi: upaya
mengidentifikasi masalah (apa masalahnya?)
3) Pikirkan kemungkinan-kemungkinan
penyelesaian masalah (apa rumusan hipotesisnya?)
4) Pikirkan solusi yang dipandang paling
tepat dan akibat-akibatnya.
5) Pengujian hipotesis yang dipilih (hipotesis
yang masuk akal). Jika hipotesis berjalan baik, maka diperoleh kebenaran yang
dicari.
Jika hipotesis gagal, maka dicari
terus kebenaran sampai diperoleh dengan menguji hipotesis lain (kembali ke
tahap 4).
Peserta didik diberi kebebasan
memilih dalam pengalaman belajar yang akan sangat bermakna bagi dirinya. Kelas
dipandang sebagai laboratorium ilmiah, di sinilah ide-ide diverifikasi. Selain
di dalam sekolah (kelas), studi lapangan juga sangat bermanfaat karena peserta
didik mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi langsung dalam interaksi dengan
lingkungan, dan dapat memotivasi mereka (membangunkan minat intrinsik) dalam
belajar.
Metode pengalaman ini tidak menolak buku,
perpustakaan, museum dan pusat pengetahuan lainnya. Kalau seseorang membangun
pengetahuan yang bermakna didasarkan pada pengalaman, ia akan mampu menyusun
pengetahuannya melalui pendekatan tidak langsung dan logis. Anak bergerak
bertahap dari belajar berdasar pengalaman langsung ke metode belajar tidak
langsung mengalami (Gutek, 1988: 85).
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar