Sebagaimana disebutkan sebelumnya
bahwa Perenialisme mengikuti pemikiran pendidikan para tokoh terdahulu seperti
Plato, Aristoteles, dan juga Thomas Aquinas.
Khusus Aquinas, filsafat
pendidikannya memberikan beberapa perbedaan yang berguna dan kebermutuan makna
pendidikan, yaitu tidak terlepas dari premis-premis teologi. Pendidik Amerika
sering gagal membedakan dengan tepat antara pendidikan informal yang mengaitkan
pembentukan pribadi yang lengkap, dan pendidikan formal yang dilakukan dengan
pengajaran yang disengaja dalam konteks sekolah. Teori pendidikan Thomistik
dengan jelas mendefinisikan perbedaan di antara pendidikan dan persekolahan.
Pendidikan, atau educatio, didefinisikan sebagai pembentukan umum kepribadian
seseorang. Pada kasus anak, pendidikan mengarah kepada membesarkan dan mendidik
secara total anak. Pendidikan, merupakan proses total perkembangan manusia,
mencakup lebih dari pengajaran formal, yang mengambil tekanan pendidikan
informal sama baiknya dengan pendidikan formal, karya sekolah harus
dipertimbangkan dalam hubungan untuk pengembangan kepribadian total.
Di sekolah, pengajaran disengaja atau
untuk latihan disiplin keilmuan, karena ketika seorang guru mengajar sesuatu
untuk seorang siswa. Keberhasilan atau kegagalan dari pengajaran yang disengaja
tergantung hubungannya pada pembentukan kepribadian utuh yang mengambil tempat
di luar sekolah.
Dalam kontek Thomisme, guru adalah
seseorang yang memiliki pengetahuan atau beberapa keterampilan dan melalui
pengajaran mentransmisikan kepada pembelajar. Pengajaran adalah proses sangat
verbal dimana guru secara hati-hati memilih kata-kata yang tepat dan phrase
untuk menggambarkan prinsip-prinsip atau menunjukkan keterampilan yang
pembelajar mesti dapatkan. Seorang siswa harus aktif dalam kegiatan belajar-mengajar
karena siswa memiliki potensi untuk mencapai intelektual dan pengetahuan yang
tepat. Bahasa guru adalah rangsangan (stimulus) yang memberi motivasi dan
menjelaskan sehingga murid dapat melatih inteleknya.
Guru menurut pandangan Aquinas (via
Gutek, 1974:58) harus menjadi komunikator yang terampil, seorang retorika yang
halus budi. Untuk dapat berkomunikasi yang efektif, seorang guru harus memilih
kata-kata yang benar, menggunakan gaya berbicara yang pantas, dan menyeleksi
contoh dan analogi yang tepat. Oleh karena guru merupakan seorang komunikator
yang terampil, sehingga guru harus juga memperhatikan bahwa pengajaran tidak
dapat diberikan ke dalam verbalisme, omong kosong atau mengajarkan kata-kata
yang tanpa makna kepada pengalaman siswa. Pengajaran harus selalu dimulai
dengan apa yang anak-anak siap memiliki dan harus mengarah kepada sesuatu yang
baru. Mengajar meliputi menstruktur dan mengorganisasi materi dengan hati-hati
untuk diajarkan.
Aquinas melihat mengajar sebagai
sebuah keterampilan (pekerjaan), sebuah sebutan untuk melayani umat manusia.
Oleh karena hasratnya untuk melayani, guru yang baik dimotivasi oleh cinta
kebenaran, cinta kemanusiaan, dan cinta Tuhan. Tidak mirip emosionalisme
seperti pendidikan naturalis klasik sebagaimana Rousseau dan Pestalozzi yang
juga mengajarkan doktrin cinta. Guruguru thomistik menghargai pengembangan
rasionalitas. Sebagaimana kebenaran Aristoteles, penganut Thomas menekankan
bahwa keaslian cinta datang dari pengetahuan dan didasarkan pada penalaran. Oleh
karena itu, mengajar tidak membolehkan jatuh kedalam hubungan emosi pribadi.
Akan tetapi tentang pengetahuan, tentang kebenaran, yang ditranmisikan menjadi
pengetahuan yang pantas oleh diterima oleh seorang pembelajar.
Pada konsep guru menurut thomistik,
seni mengajar jarang memadukan kehidupan yang kontemplatif dan aktif. Karena
kontemplatif, seorang guru harus menyediakan waktu untuk penelitian dan
penemuan. Untuk mengetahui materi pelajarannya diperoleh melalui teologi,
matematik, atau ilmu. Penelitian mengambil tempat di ruang sepi atau di
perpustakaan. Seorang guru juga pribadi yang aktif terlibat dengan murid dan
mengkomunikasikan pengetahuan dengan muridnya.
*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani
Purwastuti, L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar